KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat, serta
penyertaanNya, sehingga
makalah Ilmu Keperewatan Dasar I ini
dapat kami selesaikan.
Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa
yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca, khususnya
keluarga STIKES EKA HARAP PALANGKARAYA.
kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna serta masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan
makalah ini. maka
kami berharap adanya masukan dari berbagai
pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua dan dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.
Palangkaraya, 19 Desember 2010
DAFTAR
ISI
Halaman
judul ............................................................................ i
Kata
pengantar ............................................................................ ii
Daftar
isi ............................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN
:
1.1 Latar
belakang ................................................................
1.2 Rumusan
masalah ................................................................
1.3 Tujuan
Penulisan ................................................................
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................
1.5 Metode
Penulisan ................................................................
BAB
II PEMBAHASAN :
2.1 Menerapkan konsep berpikir kritis dalam
keperawatan .......
2.2 Menganalisis perkembangan sejarah keperawatan .......
2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara
holistik dalam konteks
keperawatan .............................
2.4 Menerapkan prinsip –
prinsip legal etis pada pengambilan
keputusan
dalam konteks keperawatan. ................................
BAB
III PENUTUP :
a. Kesimpulan .........................................................................
b. Saran .........................................................................
Daftar
pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Ilmu
keperawatan dasar adalah ilmu penting dalam perawatan manusia yang saling
berhubungan. Ilmu Keperawatan dasar adalah ilmu yang mempelajari tentang
berbagai macam model konseptual dalam keperawatan dengan beberapa model dan
konsep yang di kemukakan oleh beberapa tokoh, dan mempelajari juga tentang
konsep, tahap, karakteristik, dan tugas perkembangan serta mempelajari tentang
berbagai macam cara dan teori komunikasi dalam keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah.
D` alam makalah ini kami
akan membahas tentang beberapa materi yang ada dalam ilmu keperawatan dasar,
yaitu :
1.2.1
Menerapkan konsep berpikir kritis dalam keperawatan.
1.2.2 Menganalisis perkembangan sejarah keperawatan.
1.2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara holistik dalam
konteks keperawatan.
1.2.4 Menerapkan
prinsip – prinsip legal etis pada pengambilan keputusan dalam
konteks
keperawatan.
1.3. Tujuan Penulisan.
1.3.1 Tujuan Umum.
Tujuan
umum penulisan makalah ini adalah agar kita dapat lebih mengetahui tentang bagaiamana konsep berpikir kritis dalam keperawatan,
perkembangan sejarah keperawatan, juga dapat menganalisis
prinsip – prinsip pendekatan holistik dalam konteks keperawatan serta mengerti
bagaiamana menerapkan prinsip legal etis pada pengambilan keputusan dalam konteks keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus.
Tujuan
khusus dari penulisan makalah ini adalah agar para mahasiswa keperawatan mampu
menerapkan berbagai konsep berpikir
kritis, serta berbagai prinsip pendekatan dan pengambilan keputusan yang tepat.
1.4. Manfaat Penulisan.
Manfaat
penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan para
mahasiswa keperawatan, khususnya keluarga besar STIKES EKA HARAP agar dapat
lebih mengetahui dan mengerti tentang sejarah perkembangan keperawatan
serta dapat menerapkan konsep berpikir kritis, pendekatan holistik, dan dapat
menerapkan prinsip legal etis dalam pengambilan keputusan serta mengerti
dan mengaplikasikannya secara baik dan maksimal.
1.5. Metode Penulisan.
Metode
penulisan makalah ini menggunakan Metode study kepustakaan. Study kepustakaan
adalah metode dengan cara membaca dan mengumpulkan data – data dari buku.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Menerapkan konsep
berpikir kritis dalam keperawatan.
2.1.1 Konsep berpikir kritis dalam keperawatan.
a. Pengertian berpikir kritis.
Berpikir
kritis adalah proses kognitif yang aktif dan terorganisasi yang digunakan untuk
mengetahui pikiran seseorang dan pemikiran terhadap orang lain (Chaffe, 2002).
Berpikir kritis tidak hanya memerlukan
kemampuan kognitif, tetapi juga kebiasaan sesorang untuk bertanya,
mempunyai hubungan yang baik, jujur, dan selalu mau untuk berpikir jernih
tentang suatu masalah (Facione,1990). Jika diterapkan pada keperawatan, maka
inti dari berpikir kritis menunjukan proses pengambilan keputusan yang klinis yang
kompleks. Perawat yang menerapkan pemikiran kritis dalam bekerja akan fokus
terhadap penyelesaian masalah dan membuat keputusan, serta tidak akan membuat
keputusan yang terburu – buru ataupun ceroboh.
b.
Berpikir dalam proses belajar.
Belajar
merupakan proses sepanjang hidup. Perkembangan intelektual dan emosional kita
meliputi pembelajaran terhadap pengetahuan baru dan memperbaiki kemampuan
kita untuk berpikir, menyelesaikan
masalah, serta membuat keputusan. Untuk belajar, kita harus bersikap fleksibel
dan selalu terbuka pada semuaa informasi baru. Ilmu keperawatan berkembang
sangat cepat dan akan selalu ada informasi yang baru dapat diterapkan dalam
praktik. Makin banyak pengalaman dan penerapan pengetahuan yang kita pelajari
akan membuat kita menjadi lebih baik dalam membuat asumsi, mengemukakan ide,
dan membuat kesimpulan.
c.
Model
berpikir
kritis.
Komponen pertama dari model
pemikiran kritis adalah pengetahuan dasar spesifik perawat. Pengetahuan ini
bervariasi bergantung pada pengalaman pendidik, termasuk pendidikan dasar
keperawatan, khusus pendidikan berkelanjutan, dan kuliah tambahan. Sebagai
tambahan dibutuhkan inisiatif perawat untuk membaca literatur keperawatan
sehingga dapat mengikuti perkembangan terahirdalam ilmu keperawatan. Sebagai
perawat pengetahuan dasar anda meliputi informasi dan teori keperawatan.
Perawat mengunakan pengetaahuan dasar mereka dengan jalan yang berbeda dengan
disiplin ilmu kesehatan yang lain karena mereka memikirkan, masalah klien
secara holistic. Sebagai contoh pengetahuan luar seorang perawat akan
memperhatikan segi fisik, psikologi, moral, etik, dan budaya dalam perawat
seorang klien.
d.
Berpikir kritis dalam keperawatan.
Sebagai perawat, Anda akan
menghadapi berbagai macam situasi klinis yang berhubungan klien,
anggotakeluarga, staf pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Penting untuk
berfikir cerdas dalam setiap situasi. Untuk berfikir cerdas, Anda harus
mengembangkan cara berfikir kritisdalam meghadapisetiap masalah dan pengalaman
baru yang menyangkut klien degan cara berfikiran terbuka, kreatif, percaya
diri, dan bijaksana. Jika klien mengeluhkan gejala yang baru, meminta Anda
untuk menenangkan mereka, atau meminta suatu tindakan, maka diperlukan
pemikiran krtitis dan pengambilan keputusan yang tepat, sehingga klien sebisa
mungkin mendapatkan perawatan yang terbaik. Berpikir kritis bukan merupakan hal
yang udah atau proses linear yang dapat dipelajari dalam satu malam, melainkan
proses yang harus diperoleh melalui pengalaman, komitmen, dan rasa ingin tahu
yang besar.
2.2 Menganalisis
sejarah keperawatan.
2.2.1 Sejarah keperawatan nasional dan international.
a. Perkembangan
Keperawatan Di Dunia.
Secara
naluriah dapat dikatakan bahwa keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan
manusia yaitu Adam dan Hawa. Keberadaanya tidak pernah di pungkiri. Oleh karena
itu perkembangan keperawatan, termasu keperawatan yang kita ketahui saat ini
tidak dapat di pisahkan dan sangat di pengaruhi oleh perkembangan struktur dan
kemajuan peradaban manusia.
b.
Perkembangan
Keperawatan Di Inggris.
Perkembangan keperawatan di Inggris sangat penting untuk
kita pahami, karena Inggris melalui Florence Nightingle telah membuka jalan
bagi kemajuan dan perkembangan keperawatan yang kemudian diikuti oleh
negara-negara lain. Florence
Nightingle, lahir dari keluarga kaya dan terhormat pada tahun 1820 di Flronce
(Italia). Setahun setelah kelahirannya, keluarga Florence kembali ke Inggris.
Di Inggris Florence mendapatkan pendidikan sekolah yang baik sehingga ia mampu
menguasai bahasa Perancis, Jerman, dan Italia. Pada usia 31 tahun Florence
mengikuti kursus pendidikan perawat di Keiserwerth (Italia) dan Liefdezuster di
Paris, dan setelah pendidikan ia kembali ke Inggris. Kontribusi
Florence Nightingle bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa
nutrisi merupakan satu bagian penting [ dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa okupasional dan
rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasi kebutuhan
personal klien dan peran perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar
manajemen rumah sakit, mengembangkan suatu standar okupasi bagi klien wanita,
mengembangkan pendidikan keperawatan, menetapkan 2 (dua) komponen keperawatan,
yaitu: kesehatan dan penyakit. Meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan
berbeda dan berbeda dengan profesi kedokteran dan menekankan kebutuhan
pendidikan berlanjut bagi perawat.
c. Perkembangan
Sejarah Keperawatan
Di
Indonesia.
- Zaman Kuno.
Seperti juga di Negara-negara
lainnya keperawatan diserahkan kepada perempuan yang merawat keluarganya
Penyakit dianggap perbuatan setan yaitu dukun, cara pengobatan dengan
menggunakan daun-daunan
- Zaman penjajahan Belanda.
Pertama, masa
sebelum kemerdekaan, pada masa itu negara Indonesia masih dalam penjajahan
Belanda. Perawat Indonesia disebut sbg
verpleger dengan dibantu oleh zieken
oppaser sebagai penjaga orang sakit, perawat tersebut pertama kali bekerja
di rumah sakit Binnen Hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799 yang
ditugaskan untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Orang-orang Belanda datang ke Indonesia pertama kali
dengan maksud untuk berdagang. Dalam usaha perdagangannya itu di bentuklah VOC.
Sehubungan dengan adanya staf dan tentara maka dua usaha kesehatan. Untuk itu
didirikanlah rumah sakit yang pertama yang bernama " Binnen Hospital
" didirikan pada tahun 1641 bertempat di Batavia ( sekarang Jakarta)
Tenaga perawatannya diambil dari penduduk pribumi ( Bumi Putera ) yang diberi
nama Zieken oppaser ( penjaga orang sakit) Rumah sakit ini dibawah pengawasan
dokter militer.
2.1.2
Keperawatan
sebagai profesi.
a. ciri – ciri profesi.
Menurut Shortridge adalah sebagai berikut :
a. Berorientasi pada pelayanan masyarakat
b. Pelayanan keperawatan yang diberikan di dasarkan pada
ilmu pengetahuan
c. Adanya otonomi
d. Memiliki kode etik
Menurut prof. Ma’rifin Husin adalah sebagai berikut :
a. Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan penelitian
sesuai dengan kaidah ilmu dan keterampilan serta kode etik keperawatan
b. Telah lulus dari pendidikan pada jenjang perguruan tinggi
sehingga diharapkan mampu untuk bersikap profesional, mempunyai pengetahuan dan
keterampilan profesional, memberi pelayanan asuhan keperawatan profesional, dan
menggunakan etika keperawatan dalam memberi pelayanan
C. Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut sesuai
dengan kaidah suatu profesi dalam bidang keseaahatan, yaitu :
1. Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan.
2. Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang berjenjang dan
berlanjut.
3. Perumusan standar keperawatan ( asuhan keperawatan,
pendidikan keperawatn registrasi/legislasi ).
4. Melakukan riset keperawatan oleh perawat pelaksana secara
terencana dan terarah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Secara singkat
keperawatan sebagai suatu profesi setidaknya harus mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
Ø Mempunyai ilmu pengetahuan dan dikembangkan secara terus
menerus melalui penelitian
Ø Memiliki standar pendidikan
Ø Pelayanan dan praktek keperawatan
Ø Memiliki otonomi dan organisasi profesi
Ø Mempunyai kode etik profesi
2.1.2
Profil
Keperawatan Profesional.
Profil keperawatan Profesional adalah gambaran dan
penampilan menyeluruh perawat dalam melakukan aktifitas keperawatan sesuai kode
etik keperawatan.
a.
Peran pelaksana
dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai
comforter, protector dan advocat, communicator serta rehabilitator.
• Comforter : perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa
aman pada klien.
• Protector dan advocat : kemampuan perawat melindungi dan
menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksana dengan seimbang dalam
memperoleh pelayanan kesehatan.
• Communicator : perawat bertindak sebagai mediator antara
klien dengan anggota tim kesehatan lainnya, berkitan pula dengan keneradaan
perawat mendampingi klien sebagai pemberi ashuan keperawatan selama 24 jam.
b. Peran sebagai pendidik.
perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat, serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang berada di
bawah tanggung jawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada
klien (individu, kluarga, kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi
ilmu kepada peserta didik keperwatan, antara sesama perawat atau tenag
kesehatan lain.
c.
Peran sebagai pengelola.
berperan dalam
memantau dan menjamin kualitas asuhan/pelayan keperawatan serta mengorganisasi
dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan.
d.
Peran sebagai peneliti.
Berperan dalam mengidentifikasi masalah penelitian,
menerapkan prinsif dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian
untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.
2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara
holistic dalam konteks keperawatan.
2.3.1 Konsep dan teori keperawatan.
a. Teori keperawatan.
Teori keperawatan didefenisikan oleh
Steven (1984), sebagai usaha untuk menguraikan dan menjelaskan berbagai
fenomena dalam keperawatan (dikutip dari Taylor. C., 1989). Teori keperawatan
beerperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lain dan bertujuan
untuk mengambarkan, menjelaskan, memperkirakan dan mengontrol hasil asuhan dan
pelayanan perawatan yang dilakukan. Menurut Newman (1979), ada tiga cara
pendekatan dalam pengembangan dan pembentukan teori keperawatan yaiti meminjam
teori-teori dari disiplin ilmu lain yang relevan dengan tujuan untuk
mengintegrasikan teori-teori ini kedalam ilmu keperawatan, menganalisa situasi
praktik keperawatan dalam rangka mencari konsep yang berkaitan dengan praktik
keperawatan, seerta menciptakan suatu
kerangka konsep yang memungkinkan pengembangan teori keperawatan.Tujuan
pengembangan teori keperawatan adalah menumbuh kembangkan pengetahuan yang
diharapkan dapat membantu dan mengembangkan praktek keperawatan dan pendidikan
keperawatan.
b. Karakteristik dasar teori keperawatan.
Meskipun banyak penulis yang
membahas teori keperawatan, tulisan Torres (1985) dan Chinn dan Jacob (1983),
secara jelas menegaskan karakteristik dasar teori keperawatan. Menurut mereka,
ada lima karakteristik dasr teori keperawatan yaitu:
Pertama,
teori keperawatan mengidentifikasi dan didefinisikan sebagai hubungan yang
spesifik dari konsep keperawatan seperti hubungan antara konsep manusia, konseo
sehat-sakit, keperawatan dan konsep lingkungan.
Kedua, teori
keperawatan harus bersifat ilmiah. Artinya teori keperawatan digunakan dengan
alasan atau rasional yang jelas dan dikembangkan dengan menggunakan cara
berpikir yang logis.
Ketiga, teori
keperawatan bersipat sederhana dan umum. Artinya teori keperawatan dapat
digunakan pada masalah yang sederhana maupun masalah kesehatan yang kompleks
sesuai dengan situasi praktik keperawatan.
Keempat, teori
keperawatan berperan dalam memperkaya body of knowledge keperawatan yang
dilakukan melalui penilitian.
Kelima,
teori keperawatan menjadi pedoman dan
berperan dalam memperbaiki kualitas praktik keperawatan.
c. Konsep dan teori dalam keperawatan.
Teori keperawatan pada dasarnya
terdiri atas empat konsep yang berpengaruh dan menentukan kualitas praktik
keperawatan yaitu konsep manusia, keperawatan, konsep sehat-sakit dan konsep
lingkungan. Meskipun keempat konsep digunakan pada setiap teori keperawatan,
akan tetapi pengertian dan hubungan antara konsep ini berbeda antara teori yang
satu dengan teori yang lain. Berikut ini diuraikan beberapa teori keperawatan.
- Sister Calista Roy:
Model Adaptasi Roy
Pada
tahun 1964 model ini banyak di gunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep
dalam pendidikan keperawatan. Model adaptasi roy adalah system model yang
esensial dalam keperawatan. Asumsi dasar model ini adalah:
1. Individu
adalah mahluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang
dikatakan sehat jika mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis,
psikologis dan social.
2. Setiap
orang selalu menggunakan koping, baik yang bersifat positif maupun negative
untuk dapat beradaptasi. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga
komponen yaitu penyebab utama terjadinya perubahan, kondisi dan situasi yang
ada serta keyakinandan pengalaman dalam beradaptasi.
3. Setiap
individu berespons terhadap kubutuhan fisiologis, kebutuhan akan konsep diri
yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri atau kemandirian serta kebutuhan
akan kemampuan melakukan peran dan
fungsi secara optimal untuk memelihara intergritas diri.
4. Individu
selalu berada pada rentang sehat sakit, yang berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan
untuk memelihara kemampuan beradaptasi.
Menurut
roy, respons yang menyebabkan penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya
suatu kebutuhan dan menyebabkan individu berespons terhadap kebutuhan tersebut
melalui upaya atau perilaku tertentu. Menurutnya, kebutuhan fisiologis meliputi
oksigenisasi dan sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, makanan , tidur
dan istirahat, pengaturan suhu, hormonal dan fungsi sensoris. Kebutuhan akan
konsep diri yang positif berfokus pada persepsi diri yang meliputi kepribadian,
norma, etika dan keyakinan seseorang. Kemandirian lebih di fokuskan pada
kebutuhan dan kemampuan melakukan interaksi social termasuk kebutuhan akan dukungan
orang lain. Peran dan fungsi optimal lebih difokuskan pada perilaku individu
dalam menjalankan peran dan fungsi yang diembannya.
Singkatnya,
Roy menegaskan bahwa individu adalah mahluk biopsikososial sebagai satu
kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan. Individu selalu berinteraksi secara konstan atau selalu
beradaftif terhadap perubahan lingkungan. Roy mengidentifikasi lingkungan
sebagai semua yang ada disekeliling kita dan berpengaruh terhadap perkembangan
manusia. Sehat adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri.
Menurutnya, peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan
yang ada.
- Teori Martha E. Roger
Teori
Roger didasarkan pada pengetahuan tentang asal usul manusia dan alam semesta
seperti antropologi, sosiologi, astronomi, agama, filosofi, perkembangan
sejarah dan mitologi. Teori ini berfokus pada proses kehidupan manusia.
Menurutnya kehidupan seseorang dipengaruhi alam sebagai lingkungan hidup
manusia dan poola pertumbuhan dan perkembangan seseorang.
Asumsi
dasar teori roger tentang manusia adalah:
1. Manusia
adalah kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
2. Manusia
berinteraksi langsung dengan lingkungan
di sekelilingnya.
3. Kehidupan
setiap manusia adalah sesuatu yang unik. Jalan hidup seseorang berbeda dengan
orang lain.
4. Perkembangan
manusia dapat di nilai dari tingkah lakunya.
5. Manusia
diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri. Misalnya dalam hal
sifat dan emosi.
Secara
singkat disimpulkan bahwa teori Roger berfokus pada manusia sebagai satu
kesatuan yang utuh dalam siklus kehidupannya. Menurutnya, lingkungan adalah
segala hal yang berada di luar diri individu.
-
Teori
Dorothy E. Johnson
Dorothy
E. Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu individu
memfasilitasi tingkah laku yang efektif dan efesien untuk mencegah timbulnya penyakit.
Manusia adalah mahluk yang utuh dan terdiri dari dua system yaitu system
biologi dan tingkah laku tertentu. Lingkungan termasuk masyarakat adalah system
eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Seseorang dikatakan
sehat jika mampu berespons adaptif baik pisik, mental, emosi, dan social
terhadap lingkungan internal dan eksternal dengan harapan dapat memelihara
kesehatannya. Asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu keseimbangan individu
terutama koping atau cara pemecahan masalah yang dilakukan ketika ia sakit.
- Teori Dorothea E. Orem
Menurut
orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang
mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu
memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraannya. Oleh
karena itu teori ini dikenal sebagai self
Care/Self care Defisit. Ada tiga prinsip dalam perawatan diri sendiri atau
perawatan mandiri.
1. Perawatan
mandiri yang dilakukan bersifat holistic meliputi kebutuhan oksigen, air,
makanan, eliminasi, aktifitas dan istirahat, mencegah trauma serta kebutuhan
hidup lainya.
2. Perawatan
mandiri yang dilakukan harus sesuai dengan tumbuh kembangnya manusia.
3. Perawatan
mandiri dilakukan karena adanya masalah kesehatan atau penyakit untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan.
Asuhan
keperawatan mandiri dilakukan dengan memperhatikan tingkat ketergantungan atau
kebutuhan dan kemampuan pasien. Oleh karena itu terdapat tiga tingkatan dalam
asuhan keperawatan mandiri.
1. Perawat
memberi perawatan total ketika pertama kali asuhan keperawatan dilakukan karena
tingkat ketergantungan pasien yang tinggi.
2. Perawat
dan pasien saling berkolaborasi dalam melakukan tindakan keperawatan.
3. Pasien
merawat diri sendiri dengan bimbingan perawat.
- Model Betty Neuman
Model
neuman berfokus pada individu dan respons atau reaksi individu terhadap stress
termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi dan kemampuan adapts pasien. Menurut
neuman asuhan keperawatan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi reaksi tubuh
akibat adanya stressor. Peran ini disebut pencegahan penyakit yang terdiri dari
pencegahan primer, sekunder,dan tersier. Pencegahan primer meliputi tindakan
keperawatan untuk mengidentifikasi adanya stressor, mencegah terjadinya reaksi
tubuh karena adanya stressor serta mendukung koping pasien yang konstruktif.
Pencegahan sekunder seperti tindakan keperawatan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala penyakit atau reaksi tubuh lainnya karena adanya stressor.
Sedangkan pencagahan tersier meliputi pengobatan rutin dan teratur serta pencegahan
kerusakan lebih lanjut atau komplikasi dari suatu penyakit.
- Kerangka Konsep Imogene
M King
Kerangka
ini di kenal sebagai kerangka system terbuka. Asumsi yang mendasari kerangka
ini adalah:
1. Asuhan
keperawatan berfokus pada manusia termasuk berbagai hal yang mempengaruhi
kesehatan seseorang.
2. Tujuan
asuhan keperawatan adalah kesehatan bagi individu, keloompok dan masyarakat.
3. Manusia
selalu berinteraksi secara konstan terhadap lingkungan.
Menurut
King tujuan pemberian asuhan keperawatan dapat tercapai jika perawat dan pasien
saling bekerjasama dalam mengidentifikasi masalah serta menetapkan tujuan
bersama yang hendak dicapai.
- Teori Myra E Levine
Teori
Levine berfokus pada interaksi manusia. Asumsi dasar Teori Levin adalah:
1. Pasien
membutuhhkan pelayanan keperawatan atau kesehatan jika mempunyai masalah
kesehatan.
2. Perawat
bertanggung jawab untuk mengenali respons/reaksi dan perubahan tingkah laku
serta perubahan fungsi tubuh pasien. Respons pasieen terjadi ketika ia mencoba
beradaptasi dengan perubuhan lingkungan atau suatu penyakit. Bentuk respons
tersebut dapat bearupa khetakutan, stress, inflamasi dan respons panca indra.
3. Fungsi
perawat adalah melakukan intervensi keperawatan serta membina hubungan
terapeutik. Intervensi keperawatan bertujuan untuk membantu meningkatkan
kesehatan dan mencegah penyakit serta memperbaiki status kesehatan.
2.3.2
Paradigma keperawatan.
a. Konsep Manusia.
Manusia
adalah biopsikososial dan spritual yang utuh, dalm arti merupakan satu kesatuan
utuh dari aspek jasmani dan rohani dan unik karena mempuyai berbagai macam
kebutuhan sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Manusia
selalu berusaha untuk memahami kebutuhannya melalui berbagai upaya antara lain dengan
selalu belajar dan mengembangkan sumber-sumber yang diperlukan sesuai dengan
potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Pandangan tentang
manusia dipengerahi oleh falsafah dan kebudayaan suatu bangsa. Contoh bangsa
rusia terutama penduduk asli dan tradisonal tidak menganut suatu agama (atheisme
) Sebagai sasaran pelayanan
atau asuhan keperawatan dan pratek keperawatan, manusia adalah klien yang
dibedakan menjadi individu,keluarga, dan masyarakat.
b. Individu
sebagai klien.
Individu
adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi,
psikologi, sosial, dan spiritual. Peran perawat kepada induvidu sebagai klien,
pada dasarnya memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan biologi, sosial,
psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan pisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan, kurang kemauan menuju kemandirian pasien.
c. konsep
sehat sakit.
Rentang
ini merupakan suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan yang bersifat
dinamis dan selalu berubah dalam setiap waktu. Melalui rentang ini dapat
diketahui batasan perawat dalam melakukan praktek keperawatan dengan jelas.
- Rentang
Sehat
Batasan
sehat itu dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik,
mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO,
1947).
- Tahapan
Proses Sakit
1) Tahap
gejala
2) Tahap
asumsi terhadap penyakit
3) Tahap
kontak dengan pelayanan kesehatan
4) Tahap
ketergantungan
5) Tahap
penyembuhan
- Dampak
Sakit
1) Terjadi
perubahan peran pada keluarga
2) Terjadinya
gangguan psikologis
3) Masalah
keuangan
4) Kesepian
akibat perpisahan
5) Terjadinya
perubahan kebiasaan sosial
6) Terganggunya
privasi seseorang
7) Otonomi
8) Terjadinya
perubahan sosial
- Perilaku
Pada Orang Sakit
1) Adanya
perasaan ketakutan
2) Menarik
diri
3) Egosentris
4) Sensitif
terhadap persoalan kecil
5) Reaksi
emosional tinggi
6) Perubahan
persepsi
d. konsep lingkungan.
Lingkungan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daerah ( kawasan dsb) yang termasuk
didalamnya. lingkungan
adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan manusia dan
mencakup antara lain lingkungan sosial, status ekonomi dan kesehatan. Konsep
tentang lingkungan dalam paradigma keperawatan difokuskan pada lingkungan
masyarakat yaitu lingkungan fisik, psikologis, sosial budaya dan spritual.
1) Lingkungan
Fisik yang dimaksud adalah segala bentuk lingkungan secara fisik yang dapat
mempengaruhi perubahan status kesehatan, contohnya adanya daerah-daerah wabah,
lingkungan kotor, pembuangan air limbah, sampah dan lain-lain.
2) Lingkungan
Psikologis artinya keadaan yang menjdikan terganggunya psikologis seseorang
seperti lingkungan yang kurang aman, yang mengakibatkan kecemasan dan ketakutan
akan bahaya yang ditimbulkan.
3) Lingkungan
Sosial budaya dan spritual dalam hal ini adalah masyarakat luas serta budaya
yang ada juga dapat mempergaruhi status kesehatan seseorang serta adanya
kehidupan, spritual juga mempengaruhi perkembangan seseorang dalam kehidupan
beragama serta meningkatkan keyakinan.
Untuk memahami hubungan lingkungan
dengan kesehatan masyarakat (individu, keluarga, kelompok, dan komunitas) dapat
digunakan model segitiga agen-hospes-lingkungan atau agent-host-enviroment
triangel model yang di kemukakan oleh Leavell 1965. ketiga komponen saling
berhubungan dan dapat berpengaruh terhadap status kesehatan penduduk
Model ini dapat digunakan untuk
memprediksi atau memperkirakan penyakit atau faktor yang beresiko tinggi
menyebabkan terjadinya masalah kesehatan sehingga membantu perawat meningkatkan
kesehatan dam mncegahnya timbul penyakit serta memelihara kesehatan masyarakat.
- Model
Leavell meliputi : agen, hospes dan lingkungan
1. Agen
adalah suatu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Seperti faktor
biologi, kimiawi, fisik, mekanik atau psikologis ( kuman penyakit seperti
bakteri, virus, jamur, dan cacing). Senyawa kimia yang menyebabkan polusi udara dan air,
lingkungan kerja yang berpontensi menimbulkan kecelakaan kerja, serta stres
yang berkepanjangan.
2.
Hospes/ Manusia adalah mahluk hidup yaitu manusia, hewan yang dapat terinfeksi
atau dipengaruhi oleh agen. Misalnya balita dan anak usia berisiko tinggi
terifeksi cacing
3.
Lingkungan adalah faktor eksternal yang mempengaruhi kesehatan seperti
lingkungan perumahan kumuh, polusi udara, air dan udara; lingkungan kerja yang
tidak nyaman; tingkat sosial ekonomi yang rendah; pendidikan masyarakat yang
rendah; terbatasnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan; letak fasilitas
pelayanan kesehatan yang jauh dari pemukiman penduduk dan sebagainya.
e. teori
System.
sistem secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu :
1) Sistem
sebagai suatu wujud
Apabila
bagian-bagian yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu wujud yang
ciri-cirinya dapat dideskripsikan dengan jelas. Sistem wujud dapat di bedakan
atas dua macam yaitu :
a. Sistem sebagai suatu wujud yang konkret
b. Sistem sebagai suatu wujud yang abstrak
2) Sistem
sebagai suatu metode
Apabila bagian-bagian yang
terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu metode yang dapat digunakan
sebagai alat dalam melakukan pekerjaan administrasi.
- Ciri-ciri
sistem
Menurut Elias M. Awad (1979)
Sistem
bukanlah sesuatu yang berada diruanghampa melainkan selalu berinteraksi dengan
lingkungan. Bergantung pada pengaruh interaksi dengan lingkungan tersebut
sistem di bedakan atas dua maacam yaitu :
a. Sistem
bersifat terbuka
b. Sistem
bersifat tertutup
- Unsur-unsur
sistem
sistem
terbentuk atas bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi.
1) Masukan
(input) adalah kumpulan bagian
atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat
berfungsinya sistem tersebut.
2) Proses
(proces) adalah kumpulan bagian yang terdapat dalam sistem dan yang
berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
3) Keluaran
(output) adalah kumpulan bagian yang dihasilkan dari berlangsungnya
proses sistem
4) Umpan
balik (feed back) adalah kumpulan bagian yang merupakan keluaran dari
sistem sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
5) Dampak
(impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem
6) Lingkungan
(environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh
sistem, tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
Sebuah
sistem merupakan kumpulan dari berbagai komponen. Komponen tersebut saling
berhubungan dan merupakan bagian dari suatu tujuan umum untuk membentuk satu
kesatuan. Ada dua jenis sistem, yaitu terbuka dan tertutup. Sistem terbuka,
seperti organ tubuh manusia atau suatu proses seperti proses keperawatan,
interaksi dengan lingkungan, serta perubahan antara sistem dan lingkungan. Sistem
tertutup, seperti reaksi kimia dalam suatu tabung uji tidak berhubungan dengan
lingkungan. Layaknya semua sistem, proses keperawatan mempunyai tujuan khusus.
Tujuan proses keperawatan adalah ubtuk mengatur dan menyampaikan pendekatan
individual kepada asuhan keperawatan.
Sebagai
suatu sistem, proses keperawatan mempunyai komponen-komponen, berikut :
1) Masukan
masukan dalam proses keperawatan adalah data atau informasi yang
berasal dari pengkajian klien (misalnya bagaimana klien berhubungan dengan
lingkungan dan fungsi fisiologis klien).
2) Hasil
hasil merupakan produk
akhir dari sistem dan dalam hal proses keperawatan adalah dimana status
kesehatan klien mengalami kemajuan atau tetap stabil sebagai hasil asuhan
keperawatan.
3) Umpan
balik
Umpan
balik berperan untuk memberikan informasi sebuah sistem tentang bagaimana
sistem berfungsi. Sebagai contoh, dalam proses keperawatan hasil menggambarkan
respons klien terhadap intervensi keperawatan.
4) Isi
Isi
adalah produk dan informasi yang berasal dari sistem. Selain itu, penggunaan
proses keperawatan sebagai sampel, isi merupakan informasi tentang pelayanan
keperawatan untuk klien dengan masalah kesehatan tertentu. Sebagai contoh,
klien dengan gangguan mobilitas memerlukan kebutuhan dan intervensi perawatan
kulit ( misalnya higienis dan pengaturan perubahan posisi tubuh) yang dapat
mengurangi resiko terjadinya ulkus akibat tekanan.
Beberapa teori keperawatan menggunakan
sistem teori sebagai dasar. Sebagai contoh. Neuman (1995) menggambarkan sebuah
model manusia keseluruhan dan pendekatan sistem terbuka. Sebagai sistem
terbuka, manusia berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan eksternal maupun
internal, dan interaksi manusia terhadap tekanan lingkungan, dapat mempengaruhi
kesejahteraan klien.
f. konsep Berubah.
Banyak
definisi pakar tentang berubah , dua diantaranya yaitu :
1) Berubah
merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda
dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987)
2) Berubah
merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau
institusi (Brooten,1978)
Ada
empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap,
perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa,
tentang kekuatannya. Maka pemahaman
tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna.
Hersey dan Blanchard (1977) menyebutkan dan mendiskusikan empat tingkatan
perubahan.
1) Perubahan
pertama dalam pengetahuan cenderung merupakan perubahan yang paling mudah
dibuat karena bisa merupakan akibat dari membaca buku, atau mendengarkan dosen.
Sedangkan perubahan sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang
positif dan atau negatif. Karenanya perubahan sikap akan lebih sulit
dibandingkan dengan perubahan pengetahuan.
2) perilaku
individu. Misalnya seorang manajer mungkin saja mengetahui dan mengerti bahwa
keperawatan primer jauh lebih baik dibandingkan beberapa model asuhan
keperawatan lainnya, tetapi tetap tidak menerapkannya dalam perilakunya karena
berbagai alasan, misalnya merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
3) Perilaku
kelompok merupakan tahap yang paling sulit untuk diubah karena melibatkan
banyak orang . Disamping kita harus merubah banyak orang, kita juga harus
mencoba mengubah kebiasaan adat istiadat, dan tradisi juga sangat sulit.
4) Dari
sikap yang mungkin muncul maka perubahan bisa kita tinjau dari dua sudut
pandang yaitu perubahan partisipatif dan perubahan yang diarahkan. Perubahan
Partisipatif akan terjadi bila perubahan berlanjut dari masalah pengetahuan ke
perilaku kelompok. Pertama-tama anak buah diberikan pengetahuan, dengan maksud
mereka akan mengembangkan sikap positif pada subjek. Karena penelitian menduga
bahwa orang berperilaku berdasarkan sikap-sikap mereka maka seorang pemimpin
akan menginginkan bahwa hal ini memang benar. Sesudah berprilaku dalam cara
tertentu maka orang-orang ini menjadi guru dan karenanya mempengaruhi orang
lain untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
- Respon
Terhadap Suatu Perubahan
Faktor-faktor
yang akan merangsang penolakan terhadap perubahan misalnya, kebiasaan, kepuasan
akan diri sendiri dan ketakutan yang melibatkan ego. Orang-orang biasanya takut
berubah karena kurangnya pengetahuan, prasangka yang dihubungkan dengan
pengalaman dan paparan dengan orang lain serta ketakutan pada perlunya usaha
yang lebih besar untuk menghadapi kesulitan yang lebih tinggi. Beberapa contoh
ketakutan yang mungkin dialami seseorang dalam suatu perubahan antara lain :
1) Takut
karena tidak tahu
2) Takut
karena kehilangan kemampuan, keterampilan atau keahlian yang terkait dengan
pekerjaannya
3) Takut karena kehilangan kepercayaan /
kedudukan
4) Takut
karena kehilangan imbalan
5) Takut
karena kehilangan penghargaan,dukungan dan perhatian orang lain.
-
Perawat Sebagai
Pembaharu
Menurut
Oslan dalam Kozier (1991) mengatakan perawat sebagai pembaharu harus menyadari
kebutuhan sosial, berorientasi pada masyarakat dan kompeten dalam hubungan
interpersonal. Pembaharu juga perlu memahami sikap dan perilakunya, bagaimana
ia menjalin kerjasama dengan orang lain dan bagaimana perasaannya terhadap
perubahan tersebut. Maukseh
dan Miller dalam Kozier menyebutkan karakteristik seorang pembaharu adalah :
1) Dapat
mengatasi/ menaggung resiko. Hal ini berhubungan dengan dampak yang mungkin
muncul akibat perubahan.
2) Komitmen
akan keberhasilan perubahan. Pembaharu harus menyadari dan menilai
kefektifannya
3)
Mempunyai pengetahuan
yang luas tentang keperawatan termasuk hasil-hasil riset dan data-data ilmu
dasar, menguasai praktik keperawatan dan mempunyai keterampilan teknik dan
interpersonal.
Fungsi pembaharu sangat
penting dalam memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam proses berubah, agar
efektif seorang pembaharu sebaiknya :
1) Mudah
ditemui oleh mereka yang terlibat dalam proses berubah
2) Dapat
diercaya oleh mereka yang terlibat
3) Jujur dan tegas dalam menetapkan tujuan,
perencanaan dan dalam mengatasi masalah
4) Selalu
melihat tujuan dengan jelas
5) Menetapkan
tanggung jawab dari mereka yang terlibat
6) Menjadi
pendengar yang baik
g.
Konsep holistik care : caring, holisme, humamise.
- Konsep
Holistic Care
Holistic merupakan
salah satu konsep yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi dimensi
fisiologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Holistik terkait dengan
kesejahteraan (Wellnes).
Untuk
mencapai kesejahteraan terdapat lima dimensi yang saling mempengaruhi
yaitu:
1) fisik,
2) emosional,
3) intelektual,
4) sosial.
5) dan
spiritual.
Untuk mencapai
kesejahteraan tersebut, salah satu aspek yang harus dimiliki individu adalah kemampuan
beradaptasi terhadap stimulus.
-
Perbedaan Konsep Holistic Care Dengan Konsep Ilmiah Lainnya
Pandangan medis ilmiah
hanya melihat hal-hal fisik saja dalam penanganan penyakit ataupun
pencegahannya. Namun pandangan holistik
berpendapat bahwa semua aspek fisik, mental, emosional, dan spiritual
berpengaruh terhadap pemeliharaan kesehatan, datangnya penyakit, maupun dalam
upaya penyembuhan dari sakit.
-
Konsep Caring
Sebuah
perilaku perawatan yang didasari dari beberapa aspek diantaranya :
1) Human
altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan),
2) Menanamkan
kepercayaan-harapan,
3) Mengembangkan
kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain,
4) Pengembangan
bantuan dan hubungan saling percaya,
5) Meningkatkan
dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif,
6) Sistematis
dalam metode pemecahan masalah
7) Pengembangan
pendidikan dan pengetahuan interpersonal,
8) Meningkatkan dukungan, perlindungan mental,
fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual
9) Senang membantu kebutuhan manusia,
10) Menghargai kekuatan
eksistensial-phenomenologikal.
- Konsep Holisme
Holisme
adalah filsafat yang menganggap manusia sebagai suatu kesatuan yang berfungsi
dan bukan gabungan dari beberapa system Pikiran dan tubuh bukan
merupakan bagian yang terpisah, tetapi merupakan satu bagian yang utuh, dan
apabila terjadi sesuatu pada salah satunya maka akan berpengaruh pada
keseluruhan.
-
Konsep Humanisme
Humanisme adalah suatu
gerakan filosofis yang berfokus pada alam dan hakikat manusia sebagai individu. Teori humanistik
percaya bahwa manusia memiliki potensi diri untuk sehat dan kreatif, jika kita
mau menerima tanggung jawab bagi kehidupan diri kita sendiri. Humanisme
merupakan salah satu gerakan filosofis utama yang melandasi teori-teori
mutakhir mengenai praktik keperawatan
2.3.3 Pelayanan Keperawatan.
Komunikasi merupakan
suatu proses penyampaian informasi antar individu atau kelompok, baik secara
verbal maupun nonverbal yang dapat menimbulkan respon timbal balik antara
pengirim dengan penerima informasi.
a.
System pelayanan kesehatan menyeluruh
Sistem
adalah suatu tatanan yang terdiri dari elemen-elemen atau berbagai komponen
yang terpisah dan mempunyai fungsiyang berbeda tetapi saling
berinteraksi,interelasi, interdependensi dalam upaya mencapai tujuan yang sama
berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama.
b.
Upaya Kesehatan secara menyeluruh.
Sistem mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Komponen atau elemen-elemen didalam sistem saling
berhubungan, berinteraksi dan saling bergantung dalam upaya mencapai tujuan
yang diharapkan berdasarkan kebutuhan bersama.
1) Pengorganisasian
komponen didalam sistem bersifat teratur dan memiliki struktur yang diakui
keberadaannya.
2) Terdapat
komunikasi yang berhubungan antara satu komponen lainnya didalam sistem.
3) Terdapat
batasan yang memisahkan sistem dari lingkungan. Batasan ini berfungsi mengatur
pertukaran energi dan informasi yang berlangsung antara sistem dan
lingkungannnya.
-
Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan
Dalam
sistem pelayanan kesehatan dapat mencakup pelayanan dokter, pelayanan
keperawatan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Terdapat 3 bentuk pelayanan
kesehatan yaitu :
- Primary
health care (pelayanan kesehatan tingkat pertama)
1)
Dilaksanakan pada
masyarakat yang memiliki masalah kesehatan yang ringan/masyarakat sehat
sehingga kesehatan optimal dan sejahtera.
2) Sifat
pelayanan kesehatan yaitu berupa pelayanan kesehatan dasar
3) Puskemas,
balai kesehatan.
-
Secondary health care
(pelayanan kesehatan tingkat 2)
1) Untuk
klien yang membutuhkan perawatan rawat inap tapi tidak dilaksanakan dipelayanan
kesehatan utama.
2) Rumah
sakit yang tersedia tenaga spesialis
-
Tertiary health care
(pelayanan kesehatan tingkat 3)
1) Tingkat
pelayanan Tertinggi
2)
Membutuhkan tenaga
ahli/subspesialis dan sebagai tempat rujukan utama seperti RS tipe A atau B.
c. Upaya
Kesehatan Secara Menyeluruh
Untuk
mendapat gambaran tentang upaya peningkatan kesehatan secara menyeluruh maka
perlu diketahui faktor-faktor dalam masyarakat yang ikut terlibat (lingkup
mobilisasi masyarkat). Lingkup mobilisasi masyarakat terdiri dari 3 komponen
utama, yaitu :
1) Sasaran,
yang mencakup individu, keluarga dan masyarakat.
2) Sarana,
yang mencakup tenaga dan dana yang tersedia
3) Masalah
kesehatan, baik yang mampu diatasi sendiri oleh orang yang bersangkutan, mampu
diatasi sebagian maupun yang tidak dapat diatasi sama sekali.
Setelah
lingkup mobilisasi masyarakat diketahui maka tugas penyelenggara upaya
peningkatan kesehatan – puskesmas bekerja sama dengan sektor swasta
non-kesehatan – antara lain :
1) Mematangkan
kondisi dan menstimulasi individu, keluarga, dan masyarakat untuk ikut berpartisipasi
dalam upaya peningkatan kesehatan;
2) Membentuk
dan melatih kader serta menhimpunkan dari berbagai sumber potensial dalam
masyarakat;
3) Mengatasi
masalah kesehatan, melalui pelayan profesional dan bantuan non-medis;
c. Pendekatan Strategi
Pembinaan Fungsi Puskesmas
2.5.5.1 Fungsi
Puskesmas
(Kepmekes No.128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas)
(Kepmekes No.128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas)
1) Pusat
Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan :
(1) Berupaya
menggerakan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk
oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta
mendukung pembangunan kesehatan.
(2) Aktif
memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari setiap penyelenggaraan
pembangunan di wilayah kerjanya.
2) Pusat
Pemberdayaan Masyarakat :
(1) Selalu
berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat
termasuk dunia usaha memilki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
(2) Pemberdayaan
perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan
kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3) Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama :
c.
Puskemas
bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi: Pelayanan Kesehatan
Perorangan dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Pelayanan Dan
Pengembangan Upaya Kesehatan
Pelayanan dan upaya untuk meningkatkan kesehatan
(termasuk layanan kesehatan) harus dikembangkan secara bersamaan dan mengikuti
pola yang telah ditentukan pengembangan layanan dan upaya kesehatan masyarakat dilakukan
melalui rujukan, upaya peningkatan kesehatan ditingkat puskesmas, dan
peningkatan peran serta masyarakat.
e. Unsur Pelayanan
Kesahatan Primer (PHC)
PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran, dan
pengalaman dalam perkembanagan kesehatan dibanyak negara yang diawali dengan
kampanye masal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular. Oleh
karena itu, timbulah pemikiran untuk menegemnbangakan konsep upaya dasar
kesehatan. Tahun 1977 pada sidang kesehatan dunia dicetuskan kesepakatan untuk
melahirkan “Health for All by the Year
2000”, yang sasaran utamanya dalam bidang sosial pada tahun 2000 adalah tercapainya
derajat kesehatan yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
maupun ekonomi.
f. bentuk pelayanan keperawatan
prof. Dr.Azrul
azwar membagi bentuk pelayanan dalam 6 aspek penanganan, yaitu :
1) Jumlah
tanaga pelaksana
(1) Pelayanan
keperawatan tunggal yang dilaksanakan oleh perorangan
(2) pelayanan
keparawatan berkelompok yang dilaksanakan secara kelompok
2) Keahlian
tenaga pelaksana
(1) Pelayanan
keperawatan umum yang dilaksanakan oleh perawat umum
(2) Pelayanan
keperwatan spesialis dilaksanakan oleh tenaga keperawatan spesialis
3) Hubungan
pelayanan dengan rumah sakit.
(1) pelayanan
keparawatan di dalam rumah sakit
(2) pelayanan
keparawatan di diluar rumah sakit
4) Kondisi
klien
(1) Pelayanan
keperawatan klien sakit
(2) Pelayanan
keperawatan klien sehat
5) Jumlah
klien
(1) pelayanan
kesehatan individual
(2) pelayanan
kesehatan keluarga
(3) pelayanan
kesehatan kelompok
(4) pelayanan
kesehatan komunitas
6) Orientasi
pelayanan
(1) pelayanan
keperawatan medis
(2) pelayanan
keperawatan kesehatan masyarakat
g. Komponen pelayanan
keperawatan dasar
pelayanan
keperawatan yang bersifat langsung kepada pasien/ klien disebut asuhan
keperawatan. asuhan keperawatan individu umumnya mencakup komponen dasar untuk
membantu pasien/klien dalam hal berikut ini.
1) Bernapas
secara normal
2) Makan
dan minum
3) Kebersihan
Diri Dan Lingkungan
4) Menggerakkan
dan menjaga kondisi tubuh yang diinginkan dalam berjalan, duduk, dan berbaring
5) Tidur
dan beristirahat
6) Memilih
pakaian yang cocok, mengenakan pakaian, dan membuka pakaian
7) Menjaga
agar suhu badan normal
8) Menjaga
kebersihan badandan badan terawat dengan baik, dan melindungi kulit.
9) Mencegah
bahaya di sekitar pasien dan mencegah pasien melukai orang lain
10) Berkomunikasi
dengan orang lain
11) Menjalankan
ibadah
12) Bekerja
dengan baik
13) Melakukan
kegiatan yang kreatif
Mengikuti program latihan dan penyuluhan
h. Pelayanan Keperawatan
Keluarga
Pengertian
S.G
Baillon (1978), Kesehatan keluarga merupakan bentuk perawatan kesehatan
masyarakat dengan sasaran keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan. Sehat
sebagai tujuan dan keperawatan sebagai media, penyalur, atau memberi pelayanan
perawatan.
i. Pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat
1) Pelayanan
kesehatan pada masyarakat dapat berbentuk pelayanan kepada masyarakat umum dan
kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
2) Pelayanan
keerawatan tersebut diberikan setelah melalui proses berikut :
(1) Pertemuan
penjajakan kepada pemuka masyarakat agar dicapai kesepakatan tentang ide yang
ditemukan.
(2) Pengumpulan
data pada masyarakat melalui survei dengan menggunakan daftar pertanyaan.
(3) Analisis
data dan perumusan masalah.
(4) Pembahasan
hasil analisis dalam forum lokakarya mini dengan masyarakat, untuk kemudian
ditetapkan prioritas masalah serta penyelesaian.
(5) Perumusan
rencana tindakan penyelesaian masalah bersama dengan wakil masyarakat.
(6) Pelaksanaan
tindakan pemecahan masalah.
(7) Evaluasi.
(8) Tindak
lanjut.
2.3.4 Proses Keperawatan.
2.3.9.1 Pengkajian Keperawatan.
Pengkajian
merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian dilakukan oleh perawat
dalam rangka pengumpulan data klien. Data klien diperlukan sebagai dasar
pijakan dalam melaksanakan proses keperawatan pada tahap berikutnya. data klien
diperoleh melalui wawancara (anamnesa), pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik
(laboratorium, foto, dan sebagainya), informasi/catatan dari tenaga kesehatan
lain, dan dari keluarga klien. Hampir dipastikan bahwa semua data yang didapat
tersebut diperoleh melalui proses komunikasi, baik komunikasi secara langsung
(verbal, tertulis) maupun secara tidak langsung (nonverbal ). Pada tahap ini
dapat dikatakan bahwa proses komunikasi berlangsung paling banyak dibanding
komunikasi pada berikutnya.
Banyak
hal yang dapat menjadi hambatan klien untuk mengirim/memberikan informasi,
menerima, dan memahami pesan yang diterima klien. Hambatan klien dalam
berkomunikasi yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
a)
Language
deficits
Perawat
perlu menentukan bahasa yang dipahami oleh klien dalam berkomunikasi karena penguasaan
bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien dalam menerima
pesan secara adekuat.
b)
Sensory
deficits
Kemampuan
mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan faktor penting dalam
komunikasi, sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila
kemampuan sensor klien berfungsi dengan baik. Untuk klien yang mengalami
kelemahan mendengar, maka ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pengkajian, yaitu mencari kepastian medik yang mengindikasikan adanya kelemahan
mendengar, memperhatikan apakah klien menggunakan alat bantu dengar yang masih
berfungsi, memperhatikan apakah klien mampu melihat muka dan bibir kita saat
berbicara, dan memperhatikan apakah klien mampu menggunakan tangannya sebagai
bentuk komunikasi non verbal.
c)
Cognitive
impairments
Adalah
suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan
klien dalam mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam mengkaji pada klien yang
mengalami gangguan kognitif ini, perawat dapat menilai apakah klien merespon
ketika ditanya, apakah klien dapat mengucapkan
kata atau kalimat dengan benar, apakah klien dapat mengingat dengan baik, dan
sebagainya.
d)
Structural
deficits
Adanya
gangguan pada struktur tubuh terutama pada struktur yang berhubungan langsung
dengan tempat keluarnya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat
mempengaruhi komunikasi.
e)
Paralysis
Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada
ektrenitas atas akan menghambat kemampuan komunikasi klien baik melalui lisan
maupun tulisan. Perawat perlu memperhatikan apakah ada kemampuan nonverbal
klien yang bisa ditunjukkan
dalam rangka memberikan informasi pada perawat.
2.3.7.2
Diagnosa
Keperawatan.
Diagnosa
keperawatan dirumuskan berdasarkan data-data yang didapatkan dalam tahap
pengkajian. Perumusan diagnosa keperawatan
merupakan hasil penilaan perawat dengan melibatkan klien, keluarga klien, dan
tenaga kesehatan lainnya tentang masalah yang dialami klien. Proses penentuan masalah klien
dengan melibatkan beberapa pihak tersebut adalah upaya untuk memvalidasi,
memperkuat dan menentukan prioritas masalah klien dengan benar. Penentuan diagnosis tanpa
mengkomunikasikan kepada klien dapat berakibat salahnya penilaian perawat
terhadap masalah yang dialami klien. Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien
yang kooperatif merupakan faktor penting dalam diagnosa keperawatan yang tepat.
2.9.3.3
Rencana
Keperawatan.
Dalam
mengembangkan rencana tindakan keperawatan kepada klien, interaksi dan
komunikasi dengan klien sangatlah penting untuk menentukan pilihan rencana
keperawatan yang akan dilakukan. Misalnya, sebelum perawat memberikan diet
makanan bagi klien, perawat perlu mengetahui makanan pilihan, yang disukai,
atau yang alergi bagi klien sehingga tindakan yang dilakukan menjadi efektif.
Rencana tindakan yang dibuat perawat merupakan media komunikasi antar petugas
kesehatan sehingga perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat dievaluasi
atau dilanjutkan oleh perawat dinas sore dan seterusnya. Model komunikasi ini
memungkinkan pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan,
terukur dan efektif.
2.3.9.4 Tindakan Keperawatan.
Tahap
pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan
sebelumnya. Selama aktifitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil
dalam berkomunikasi dengan klien. Umumnya ada dua kategori aktifitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati klien untuk membantu memenuhi
kebutuhan pisik klien dan ketika klien mengalami masalah psikologis.
Berikut adalah tindakan
komunikasi pada saat menghampiri klien.
·
Menunjukkan muka yang
jujur dengan klien. Hal ini penting agar tercipta suasana saling percaya saat
berkomunikasi.
·
Mempertahankan kontak
mata dengan baik. Kesungguhan dan perhatian perawat dapat dilihat dari kontak
mata saat berkomunikasi dengan klien.
·
Fokus kepada klien.
Agar komunikasi dapat terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan dalam
melaksanakan tindakan keperawatan.
·
Mempertahankan postur
yang terbuka. Sikap terbuka dari perawat dapat menumbuhkan keberanian dan
kepercayaan klien dalam mengikuti tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
·
Aktif mendengarkan
eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk perhatian, menghargai dan menghormati
klien. Crouch (2002) mengingatkan bahwa manusia mempunyai dua telinga dan satu
mulut. Dalam berkomunikasi dia menyarankan agar tindakan berkomunikasi
dilaksanakan dengan perbandingan 2 : 1, lebih banyak mendengar dari pada
berbicara. Sikap ini akan meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat.
·
Relatif rileks saat
bersama klien. Sikap terlalu tegang atau terlalu santai juga tidak membawa
pengaruh yang baik dalam hubungan perawat klien.
Pada tahap ini petugas kesehatan
(perawat / bidan) juga harus meningkatkan
kemampuan nonverbalnya dengan “SOLER” yang merupakan singkatan dari:
- S = Sit (duduk) menghadap
klien. Postur ini memberi kesan bahwa perawat ada di sana untuk mendengarkan
dan tertarik dengan apa yang sedang dikatakan klien.
- O = Observe (mengamati)
suatu postur terbuka (yaitu menahan tangan dan lengan tidak menyilang). Postur
ini menyatakan bahwa perawat adalah “terbuka” terhadap apa yang dikatakan
klien. Suatu yang “tertutup” dapat menghambat klien untuk menyampaikan
perasaannya.
2.3.9.5
Evaluasi.
Komunikasi antara perawat dan klien pada
tahap ini adalah untuk mengevaluasi apakah tindakan yang telah dilakukan
perawat atau tenaga kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif
bagi klien, sebagaimana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap
sebelumnya. Evaluasi yang dilaksanakan meliputi aspek kognitif, sikap dan keterampilan
yang dapat diungkapkan klien secara verbal maupun nonverbal. Tanpa komunikasi
perawat tidak cukup dalam menilai apakah tindakan yang dilakukan berhasil atau
tidak. Pada tahap ini juga memberi kesempatan bagi perawat untuk melihat
kembali tentang efektifitas rencana tindakan yang telah dilakukan.
2.4 Menerapkan prinsip – prinsip legal etis pada pengambilan keputusan dalam proses
keperawatan.
2.4.1. Prinsip – prinsip etika
keperawatan.
Etik
merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam
hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan
motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi
semua orang.
Secara
umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang
berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk
penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral
mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang
atau kelompok tertentu. Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu
pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar
seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat
telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan
untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang
seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.
2.7.1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip
otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang
harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek
terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.
2.7.2 Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience
berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan
dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi
pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
2.7.3 Keadilan (Justice)
Prinsip
keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
2.7.4 Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip
ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
2.7.5 moral right
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran.
Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif
untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan
yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa
argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan
kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik
bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak
untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar
dalam membangun hubungan saling percaya.
2.4.2. Isue etik dalam
keperawatan.
Setiap orang
menghadapi isu moral yang sama dalam lingkungan perawatan kesehatan. Hal ini
berarti bahwa etika keperawatan adalah istilah yang sah hanya selama sah itu
mengacu pada sub kategori dalam etika kedokteran.
2.8.1 Euthanasia
Euthanasia
adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup
seseorang atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau
mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini
untuk kepentingan pasien sendiri. Perkembangan euthanasia tidak terlepas
dari perkembangan konsep tentang kematian.
2.8.1.1 Jenis Euthanasia
Euthanasia bisa
ditinjau dari beberapa sudut.Euthanasia dapat dibedakan atas :
1)
Euthanasia pasif
2) Euthansia aktif
Di tinjau dari pemerintahan,
Euthanasia dapat dibedakan atas :
1)
Euthanasia voluntir (atas
permintaan pasien)
2) Euthanasia ivoluntir (tidak atas permintaan
pasien)
2.8.2. Aborsi
Aborsi didefinsikan sebagai pengeluaran janin atau
produk konsepsi secara spontan sebelum usia kehamilan 24 minggu, yang bisa
terjadi keguguran (abortus). Menurut WHO
aborsi merupakan pengeluaran embrio atau janin yang berat badannya 500 gr atau
kurang, yang setara dengan usia kehamilan 22 minggu.
2.8.1.1
Definisi Aborsi
Apa Yang Dimaksud Dengan Pengguguran Kandungan(Aborsi)
Secara medus,
aborsi (baik keguguran maupun pengguguran) berarti terhentinya kehamilan yang
terjadi diantara tertanamnya sel telur yang sudah dibuahi dirahim sampaI
kehamilan 20 minggu.
Dengan kata
lain, keguguran atau pengguguran kandungan adalah keluarnya janin dan rahim
sebelum janin itu mampu hidup mandiri.
2.8.1.2. Pengertian Aborsi
Aborsi/abortus adalah berakhirnya
suatu kehamilan ( oleh akibat-akibat tertentu). Aborsi adalh suatu
kontrovensial dan isu yang memicu emosi yang bias menimbulkan permusuhan antara
ke dua belah pihak.
Menurut Fak About Abortion, info kit
on women’s health oleh institute for social, maret 1991. dalam istilah
kesehatan aborsi didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah
tertanamnta telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia
janin (fesus) mencapai 20 minggu.
Siapa saja yang melakukan pengguguran
kandungan berarti telah membuat dosa dan telah melakukan tindakan criminal yang
mewajibkan pembayaran diyat dari janin yang gugur yaitu seorang budak laki-laki
atau perempuan diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagai mana telah
diterangkan dalam hadis shahih dalam masalah tersebut. Rasullulah SAW bersabda
: ‘’Rasullulah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan
Bahni Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, taitu serang
budak laki-laki atau perempuan’’ (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Huairah RA
Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang
usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.
Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia
masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), sebelum sampai pada
fase penciptaan yang menunjukan cirri-ciri minimal sebagai manusia.
Aborsi tetap saja menjadi masalah
controversial, tidak hanya dari sudut pandang kesehatan tetapi juga dari sudut
pandang hukum dan agama. Aborsi biasanya dilakukan atas imedis yang berkaitan
dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada
diri si ibu, misalnya tuberkulosis paru-paru berat, asma, diabetes, gagal
ginjal, hipertens, bahkan biasanya terdapat dikalangan tercandu atau ibu yang
terinpeksi virus.
2.8.1.3. Dasar-dasar aborsi
Aborsi pada dasarnya menghentikan
kehamilan sebelum janin mampu hidup mandiri. Standar aborsi terjadi antara
empat sampai dua belas minggu kehamilan, tetapi prosedur ini sah secara hukum
di Amerika Serikat sampai kehamilan dua puluh empat minggu. Memang ada kasus
yang jarang terjadi dimana bayi dapat hidup sejak usia dua puluh minggu
kehamilan, namun sebagian besar diantaranya mendapatkan kerusakan yang
permanent dan nyata. Sebagian besar aborsi terjadi sebelum garis batas dua
belas minggu.
Saat ini di Amerika Serikat terdapat
dua pilihan ketika menghadapi aborsi. Secara medis atau operatif. Operatif
adalah cara yang tradisional, dimana seorang dokter melebarkan serviks,
mengeluarkan isinya, dan pasien pulang kerumah. Aborsi medis mengharuskan oasien
memakan beberapa pil, yang akan menyebabkan aborsi spontan atau keguguran.
2.8.1.4. Aborsi Operatif
Standar aborsi operatif menyangkut
melebarkan serviks secara perlahan-lahan dan menyedot isinya keluar dengan alat
seperti vakum. Kita menyebutnya kuretase isap (suction curettage). Biasanya
cara ini memakan waktu sepuluh menit, dan tergantung dimana Anda berada, bias
menggunakan anestesi umum atau local.
Pertama, dokter melakukan pemeriksaan
pelvis untuk menetapkan ukuran dan posisi rahim , di mana kedua hal ini ,
tetapi juga dari minggu ke minggu kehamilan. Dokter kemudian membersihkan
vagina dengan cairanantiseptik untuk mengurangi bakteri.
Alat pertama yang digunakan dalam
aborsi adalah tenakulum, yang kelihatannya seperti penjepit es kecil. Benda ini
menahan serviks untuk tetap berada di tempatnya-ini kedengarannya lebih buruk
dari pada yang sebenarnya. Serviks yang tetap diam mengurangi trauma pada
serviks.
Setelah dokter menahan serviks, dia akan
mulai melebarkannya dengan dilator. Dilator adalah batang dengan gradasi ukuran
yang digunakan untuk membuka serviks secara perlahan-lahan. Dilator dimasukkan
kedalam kanal serviks untuk meregangkannya, agar evakuasi isi rahim dapat
dilakukan. Hal ini dilakukan dengan perlahan-lahan dan lembut. Idenya adalah
untuk menghindari robekan otot atau luka permanent pada serviks.
Dilator yang pertama dan terkecil
berukuran kurang lebih sebesar batang pengsil. Dan yang terbesar sebesar ibu
jari Anda. Dilatasi serviks yang diingkan tergantung pada seberapa besar
kehamilan si pasien. Pada usia 6 minggu, dilatasi akan sangat kecil karena
hanya pada sedikit jaringandan sifatnya tak terbentu. Pada usia 12 minggu, ada
lebih banyak struktur dan jaringan, jadi, biasanya serviks diperbesar 2 kali
lipat.
Setelah memperbesar serviks, dokter
memasukan kateter (selang kecil) kedalam rongga rahim, yang menempel pada alat
penyedot. Benda ini membersihkan seluruh isi rahim. Setelah itu, sendok kuret
(alat yang terbuat dari besi, langsing, danmelengkung) dimasukkan untuk
mengerok dengan lembut dinding rahim dan untuk memastikan semua jaringan telah
keluar.
Pasien kemudian di bawa ke ruang
penyembuhan, dimana dia beristirahat selama kurang lebih setengah jam, dan
kemudian tim dokter akan memastikan tidak ada pendarahan yang berlebihan atau
nyeri. Setelah aborsi operatif, instruksi saya kepada pasien adalah “Jangan
menaruh apa pun atau siapa punkedalam vagina Anda selama 2 minggu.‘ Serviks
biasanya tertutup rapat, namun setelah aborsi, serviks akan terbuka lebar dan
bakteri apapun di vagina bias masuk. Aktivitas utama yang di kwatirkan dari
perspektif medis adalah seks-ejakulasi yang mungkin membawa bakteri langsung
kedalam rahim adalah ide yang sangat buruk.
Karena vagina adalah tempat yang
relative kotor, fasilitas aborsi dan/atau ginekolog akan memberikan anti biotik
pencegahan pascaaborsi selama satu sampai tujuh hari.tingkat infeksi untuk
aborsi kurang lebih dua sampai tiga persen, tetapi anda dapat menguranginya
sampai setengah dengan snit biotik.
Dua minggu setelah aborsi, pasien harus
kembali ke ginekolog untuk pemeriksaan ulang yang akan memastikan bahwa dia
tidak masih hamil dan tidak merasakan nyeri atau tanda-tanda infeksi. Waktu
tersebut juga merupakan kesempatan baik untuk mendiskusikan dan mengevaluasi
pilihan kontrasepsi pasien.
2.8.1.5. Komplikasi:
Merupakan kewajiban dokter untuk mengirim
semua produk hasil konsepsi (dalam dunia medis disebut POC kepada ahli potologi
untuk mengidentifikasikan jaringan plasenta. Bila ahli potologi tidak menemukan
jaringan plasenta, ini berarti pasiennya 1) tidak hamil; 2) dia masih hamil
disuatu tempat di luar rahim, biasanya di tuba polopii, misalnya pada kehamilan
ektopik; atau 3 dia masih hamil di dalam rahim dan dokternya tidak
membersihkannya dengan sempurna.
Kehamilan ektopik yang tidak diterapi
dapat menyebbkan pendarahan internal, syok, atau kematian. Nyeri yang hebat,
pusing, pingsan, atau perut kembung dapat menjadi petunjuk pertama bahwa
komplikasi ini terjadi pada Anda. Namun, sudah menjadi standar praktik bagi
ahli patologi untuk memberi tahu dokter bila tidak ditemukan jaringan plasenta,
pada saat pasien datang ke kamar dokter, mengulangi tes kehamilan, dan
melakukan sonogram (USG).
Aborsi inkomplit (tidak lengkap) adalah
komplikasi lain, yang berarti dokter gagal mengeluarkan semua jaringan di dalam
rahim. Ini dapat terjadi karena doktermelakukannya pada posisi yang empuk tapi
salah, karena rahim yang hamil merupakan organ yang lunak dan rapuh. Tindakan
yang tepat tergantung pada ukuran lubang, lokasi, dan saat di mana prosedur itu
berlangsung. Terapinya berkisarantara tidak di apa-apakan sampai operasi
reparasi.
Aborsi yang sangat kasar dengan kuretase
yang hebat dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut di dinding rahim dapat
menempel satu sama lain dan menghentikan menstruasi. Bila Anda melakukan aborsi
dan tidak mengalami menstruasi dalam waktu empat sampai enam minggu, temuilah
genekolog Anda. Masalah ini dapat di obati, tetapi semakin cepat didiagnosis
semakin baik. Infeksi setelah aborsi, meskipun jarang, juga dapat menyebabkan
terbentuknya jaringan parut di dalam rahim.
2.8.4. Transplantasi organ
Transplantasi
organ adalah jaringan tubuh manusia. Transplantasi organ merupakan tindakan
medis yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh
yang berat.
2.8.4.1
Jenis-jenis tranplantasi :
1)
Authograft.
2) Anograft
3) Isograft
4) Xenograft
2.8.5.
Supporting
Supporting
adalah dukungan yang bersifat fisik seperti kedua tangan diatas luka pada perut
sewaktu batuk, dapat juga bersifat psikologis seperti perawat yang mau
mendengarkan pasien secara aktif atau memegang tangan pasien yang sedang
sekarat.
2.4.3 prinsip – prinsip legal
dalam praktik keperawatan
Malpraktik
2.9.1.1
Pengertian
1)
Praktik yang tidak benar atau mencelakakan, tindakan medis atau
pembedahan yang tidak trampil atau keliru.
2)
Salah
satu bentuk kelalaian dan sering disebut sebagai kelalaian profesional.
3)
Malpraktik dalam keperawatan
Adalah akibat
dari pelayanan keperawatan yang dilakukan di bawah standar. Untuk menetapkan
suatu tindakan sebagai malpraktik keperawatan digunakan kriteria
sebagai berikut:
3) (1) Perawat (terdakwa) memiliki kewajiban
terhadap klien (penuntut)
3) (2) erawat
tidak melaksanakan kewajiban tersebut
3) (3) Klien mengalami cedera, dan
3)
(4) Kegagalan perawat dalam melaksanakan kewajibannya menyebabkan cedera.
Cara terbaik
bagi perawat untuk menghindari kelalaian adalah dengan:
ü Mengikuti standar pelayanan
ü Memberikan pelayanan kesehatan yang
kompeten
ü Berkomunikasi dengan penyelenggara
layanan kesehatan lain
Malpraktik
adalah ‘kesalahan/kegagalan pelaksanaan professional karena keterampilan yang
tidak memadai dan tidak beralasan, ketaatan terhadap profesi atau hokum,
praktik kejahatan, tindakan melanggar hokum atau tidak bermoral’
(Creighton,1986). Salah satu contoh malpraktik yang potensial yang terjadi di
lingkungan perioperatif adalah melaksanakan praktik yang melebihi otoritas
seseorang. Contohnya adalah pembukaan luka bedah oleh asisten pertama yang
belum mendapat mandate dari institusi.
Strategi yang efektif bagi
perawat perioperatif dalam upaya menghindari perkara malpraktik adalah
memberikan perawatan yang aman untuk klien mereka. Kllien tidak dapat menjadi
pengugat, kecuali dan sampai mereka menngalami cedera. Jika perawat telah
melakukan tindaakn yang beralasan dan
cermat, ia tidak akan bertanggung jawab atas cedera akibat tindakan atau
kelalaiannya. Dalam kasus malpraktik tindakan perawat yang kurang beralasan
akan dinilai sebagai bukti yang diperoleh dari saksi ahli, kebijakan dan
prosedur institusi, UU dan aturan administrative, standar asosiasi professional
dan literature professional. Oleh karena itu, strategi kedua untuk mencegah
malpraktik adalah mengetahui dan mematuhi standar keperawatan.
Perkara hokum malpraktik
merupakan risiko yang dapat terjadi dalam berbagai praktik perawat
perioperatif. Risiko ini tidak perlu ditanggapi dengan rasa takut dan cemas,
karena hal ini akan memengaruhi penilaian professional berdasarkan prinsip
disiplin lain. Asuhan keperawatan yang baik bagi klien secara simultan
merupakan pelindung perawat yang terbaik dari perkara hokum malpraktik.
-
Upaya Pencegahan
Malpraktik
Berikut beberapa tips agar
terhindar dari tuntutan malpraktik:
1) Senantiasa
berpedoman pada standar pelayanan medic dan standar prosedur professional.
2) Bekerjalah secara
professional, berlandaskan etik dan moral yang tinggi.
3) Jangan berhenti
belajar, selalu tingkatkan ilmu dan keterampilan dalam bidang yang ditekuni.
4) Tingkatkan rasa
kebersamaan, keakraban, dan kekeluargaan, sesame sejawat.
5) Ikuti
peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku terutaam tentang memkesehatn.
-
Penanganan Dugaan Malpraktik
Dengan terbitnya UU RI
Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran, diharapkan bahwa setiap orang
yang merasa kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dapat mengadukan
kasusnya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) secara tertulis
atau lisan. MKDKI dapat memberikan sanksi disipsilin berupa peringatan
tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau Surat Ijin
Praktik(SIP). Tujuannya adalah untuk penegakkan isiplin dokter, yaitu
penegakkan aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam hubungannya
dengan pasien.
2.9.2. Neglected
Pengabaian
adalah kelalaian individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia
lakukan atau melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton,1986).
Undang –undang tentang ngabaian diruang bedah mencakup identifikasi kesalahan
terhadap klien atau lokasi yang dibedah, maka akibat tekanan karena kesalahan
dalam member posisi, cedera akibat alat yang rusak karena kesalahan
pemeriksaan, dan tertinggalnya benda asing. Kompetensi yang kurang dalam
penggunaan alat juga dapat diinterpretasikan sebagai pengabaian.
Kegagalan penggugat memenuhi salah
satu elemen untuk menyakinkan hakim, tuntutan tidak akan berhasil dan tergugat
terbebas dari tuduhan. Kasus benda asing yang tertinggal ini relative mudah
dibuktikan dengan kasih perhitungan instrument dan rasa oleh penggugat. Serupa
dengan hal tersebut, kasus kesalahan medikasi lebih bersifat langsung. Ada
sedikit silang pendapat dikalangan perawat mengenai pemberian medikasi yang
tepat dengatn dosis dan rute yang tepat,untuk klien yang tepat. Apabila
prosedur pemberian obat ini tidak diikuti dank lien cedera, relative mudah
untuk menetapkan apakah pemberian mediakasi menyebabkan cedara atau tidak. Luka
cedera akibat pemberian posisi juga menjadi kasus yang beresiko menimpa
perawat. Kompleksitas bukti bahwa klien mengalami penderitaan akibat tindakan
medis pada awal penanganan dan semuanya berlangsung simultan belum tentu
merupakan tanggung jawab perawat perioperatif sepenuhnya.
Perawat perioperatif mempunyai
tanggung jawab hokum untukl memberikan informasi, memastikan pemahaman klien
tentang informasi tersebut, dan memperoleh persetujuan klien dari pihak yang
melakukan prosedur tersebut.
2.9.3.
Pertanggugatan ( mandiri dan limpahan ) dan pertanggujawaban.
Akuntabiliti
dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu
keputusan dan belajar dengan keputusan itu
konsekuensi – konsekuensi, perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada
pihak yang mengugat ia menyatakan siap
dan berani menghadapinya, terutama yang
berkaitan dengan kegiatan – kegiatan
Profesinya Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya,
hal ini bisa dijelaskan dengan mengaju tiga pertayaan berikut :
1. Kepada siapa
tanggung gugat itu ditujukan.
2. Apa saja dari
perawat yang dikenakan tanggung gugat.
3. Dengan
kriteria apa saja tanggung gugat perawat diukur dengan baik.(Barbara Kozier, Fundamental of Nursing 1983 )
PERTANGGUNGJAWABAN
Kata tanggung jawab
merujuk pada keinginan untuk melaksanakan kewajiban dan memenuhi janji. Sebagai
perawat, kita bertanggung jawab terhadap tindakan kita. Kita berperan aktif
dalam membentuk praktik kita. Kita harus memiliki kompetensi praktik agar mampu
melakukan tanggung jawab kita dengan baik.
2.4.4 Dokumentasi Asuhan
Keperawatan
4.4.1
Tujuan Dokumentasi Keperawatan
4.4.1.1 Menghindari
kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam askep.
4.4.1.2
Terbinanya koordinasi yang baik
dan dinamis antara sesama perawat atau pihak lain melalui komunikasi tulisan.
4.4.1.3
Meningkatkan efisiensi dan
efektivitas tenaga keperawatan.
4.4.1.4
Terjaminnya kualitas askep.
4.4.1.5
Perawat mendapat perlindungan
secara hukum.
4.4.1.6
Memberikan data bagi penelitian, penulisan
karya ilmiah, dan penyempurnaan standar askep.
4.4.2
Sistem Dokumentasi
4.4.2.1
Catatan Berorientasi pada
Sumber (Source Oriented Record )
1) Pencatatan menurut sistem ini adalah khas untuk setiap profesi yang memberi kemudahan dalam menempatkan
catatan mengenai data yang diperoleh. Komponen SOR meliputi:
(1)
Lembar penerimaan
(2)
Lembar instruksi dokter
(3)
Lembar riwayat medik
(4)
Catatan perawat
(5)
Catatan dan laporan khusus
4.4.2.2
Catatan Berorientasi pada Masalah (Problem Oriented Record)
Pada
bagian catatan disusun berdasarkan masalah yang terjadi pada klien. Seluruh
data yang didapat dari dr, perawat atau kesehatan lain diintegrasikan menjadi
satu bagian. Dari setiap masalah disusun menjadi rencana intervensi dan implementasinya.
Sistem POR memiliki 4 komponen:
1) Data dasar
2) Daftar masalah
(1) Sublist, yaitu dengan membuat subdaftar
(2) Cross referencing, yaitu mencatat semua
masalah secara terpisah dengan menggunakan nomor urut dan menuliskan nomor
masalah klien
4.4.3 Rencana Asuhan
Keperawatan
Sistem
dokumentasi ini berorientasi pada maslah aktif. Rencana asuhan ditulis oleh
tenaga kesehatan yang menyusun daftar masalah, misalnya dr menuliskan instruksi
dan rencana asuhan medik sedangka perawat menuliskan rencana asuhan
keperawatan.
Sistem rencana asuhan
keperawatan terbagi atas 3 bagian:
4.4.3.1
Diagnostik
4.4.3.2
Terapeutik/usulan terapi
4.4.3.3
Pendidikan klien
4.4.4
Catatan Perkembangan (progress notes)
4.4.4.1 Lembar SOAP dan PIE
Catatan perkembangan ini berorientasi pada masalah dan
disusun oleh anggota tim kesehatan. Setiap anggota menuliskan setiap
perkembangan yang terjadi pada lembaran yang sama, yaitu lembar SOAP (Subjective
and Objective data, Analysis, Planning) atau lembar PIE (Problem,
Intervension, Evaluation).
S (Data subjektif):
data yang didapat dari klien secara
langsung.
O (Data objektif):
data yang didapat dari pengamatan dan
pemeriksaan.
A (Analisis):
didapat berdasarkan data subjektif dan
objektif analisis berfungsi untuk merumuskan kesimpulan mengenai perkembangan
kondisi klien, dan mengevaluasi keefektifkan tindakan yang talah dilakukan
P (Perencanaan): perawat
menuliskan rencana asuhan, mencakup instruksi khusus unutk mengatasi masalah,
mencari data tambahan, dan pendidikan bagi pasien dan keluarga. Rencana ini
mengacu pada rencana sebelumnya
Model catatan
perkembangan memiliki keuntungan, antara lain:
1)
Berfokus pada klien dan masalahnya
2)
Proses pengumpulan data menjadi lebih efisien
3)
Evaluasi dan revisi berkesinambungan
4)
Asuhan yang berkesinambungan antara berbagai anggota tim kesehatan
5)
Meningkatkan komunikasi diantara anggota tim
4.4.4.2
Catatan Berorientasi pada Perkembangan (Progress Oriented Report)
Bentuk pencatatan
ini berorientasi pada perkembangan yang terjadi pada klien. Contoh bentuk
pencatatan yang termasuk kategori ini:
1)
catatan perawat; selama 24 jam mencakup pengkajian, tindakan keperawatan mandiri,
pendelegasian, evaluasi keberhasilan setiap tindakan keperawatan, tindakan
kolaborasi dokter-perawat, dan kunjungan berbagai anggoata tim kesehatan lain.
2) Lembar alur (Flow Sheet); bentuk
format yang mencantumkan angka dan grafik.
3) Catatan pemulangan dan ringkasan rujukan; mencakup
masalah kesehatan aktif, pengobatan terakhir, tindakan yang harus dilanjutkan,
pola makan dan istirahat dan asuhan mandiri.
4.4.4.3
Charting by Exception ( CBE )
CBE adalah
sistem dokumentasi yang mencatat hasil
atau temuan klinis tertentu secara naratif, yang tergabung dari tiga komponen:
1) lembar alur, yang
berisi kesimpulan atau penjabaran terhadap indikator pengkajian dan temuan
klinis.
2)
dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik keperawatan.
3) biasanya
ditempatkan diujung tempat tidur klien
4.4.4.4
Kardeks dan Rencana Asuhan Keperawatan
Sistem ini
terdiri dari serangkaian kartu yang disimpan pada file induk yang dapat
dipindahkan dengan mudah. Isi kardeks mencakup data demografi, diagnosis medik,
instruksi dokter, rencana askep instruksi keperawatan, jadwal pemeriksaan dan
prosedur tindakan.
2.4.5 Perlindungan Hukum dlam
praktik keperawatan.
Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para
perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai
merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan
hukum bagi tenaga keperawatan.
Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat
secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka
lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi
dan beberapa perawat lulusan pendidikan tingi merasa frustasi karena tidak adanya
kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan
semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan
latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
2.11.1 Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik
keperawatan :
2.11.1.1 UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa
pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2.11.1.2 UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan
tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter,
dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana
atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten
farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi
dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat
diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan
langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan
tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam
menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis
tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada
posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus
tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
2.11.1.3 UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3
tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga
kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri
sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya.
UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam
mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam
UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib
kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan
lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat
dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis
termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih
jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
2.11.1.4 SK Menkes No.
262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan
paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan
paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini
bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga
keperawatan.
2.11.1.5 Permenkes. No.
363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah
membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan
bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta,
sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang
dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan
kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain
perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat
harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan
penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal
tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di
rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus
dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing
care.
2.11.1.6 SK Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem
kredit point.
Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya
atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu.
Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang
Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat
Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan.
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak
tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
2.11.1.7 UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992,
merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk
praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar
praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi
kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai
acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
1) Pasal
53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan
hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2) Pasal
50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan
kewenangannya
Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk
mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
-
Nursing advocacy
-
Pengambilan keputusan Legal
Etis
BAB III
PENUTUP
2.
Kesimpulan.
Ilmu keperawatan dasar adalah merupakan suatu kualifikasi
yang dimiliki oleh seorang perawat. Karena, dengan menguasai ilmu keperawatan
dasar, kita dapat mengetahui bagaimana dalam menentukan sikap sesuai dengan
situasi yang terjadi.
Kita juga bisa mengetahui bagaimana tingkat
perkembangan yang terjadi pada bayi,
anak – anak, remaja, dewasa, dan lansia serta cara – cara komunikasi yang
bersifat terapeutik dan holistik.
3.
Saran.
Seorang mahasiswa dan mahasiswi keperawatan hendaknya
dapat mengerti dan menguasai cara –
cara berkomunikasi dan berbagai model konseptual dalam keperawatan serta
mengerti tingkat perkembangan komunikasi pada klien agar dalam penanganan dan
pelayanannya tidak dianggap terjadi Neglegted.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,
A.Aziz Alimul. (2006).Kebutuhan Dasar
Manusia Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat,
A.Aziz Alimul. (2006).Kebutuhan Dasar
Manusia Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam.
(2008).Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Arwani.
Komunikasi Dalam Keperawatan.
Jakarta: Agung Seto.
Tamsuri,
Anas. Komunikasi Dalam Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Ellis,
Roger B. (2000). Komunikasi Interpersonal
Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nasir,
Abdul. (2009). Komunikasi Dalam
Keperawatan Teori dan Aplikasi. Salemba Medika.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat, serta
penyertaanNya, sehingga
makalah Ilmu Keperewatan Dasar I ini
dapat kami selesaikan.
Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa
yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca, khususnya
keluarga STIKES EKA HARAP PALANGKARAYA.
kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna serta masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan
makalah ini. maka
kami berharap adanya masukan dari berbagai
pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua dan dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.
Palangkaraya, 19 Desember 2010
DAFTAR
ISI
Halaman
judul ............................................................................ i
Kata
pengantar ............................................................................ ii
Daftar
isi ............................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN
:
1.1 Latar
belakang ................................................................
1.2 Rumusan
masalah ................................................................
1.3 Tujuan
Penulisan ................................................................
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................
1.5 Metode
Penulisan ................................................................
BAB
II PEMBAHASAN :
2.1 Menerapkan konsep berpikir kritis dalam
keperawatan .......
2.2 Menganalisis perkembangan sejarah keperawatan .......
2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara
holistik dalam konteks
keperawatan .............................
2.4 Menerapkan prinsip –
prinsip legal etis pada pengambilan
keputusan
dalam konteks keperawatan. ................................
BAB
III PENUTUP :
a. Kesimpulan .........................................................................
b. Saran .........................................................................
Daftar
pustaka