Jumat, 13 Januari 2012

Ilmu Keperawatan Dasar



 
























KATA PENGANTAR
     Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat, serta penyertaanNya, sehingga makalah Ilmu Keperewatan Dasar I ini dapat kami selesaikan.
     Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa  yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca, khususnya keluarga STIKES EKA HARAP PALANGKARAYA.
     kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. maka kami berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.
     Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

                                                                              Palangkaraya, 19 Desember 2010

                                                        







DAFTAR ISI

Halaman judul             ............................................................................        i
Kata pengantar            ............................................................................        ii
Daftar isi                     ............................................................................        iii
BAB I PENDAHULUAN     :
1.1    Latar belakang                 ................................................................       
1.2    Rumusan masalah            ................................................................       
1.3 Tujuan Penulisan               ................................................................       
1.4    Manfaat Penulisan           ................................................................       
1.5 Metode Penulisan             ................................................................       
BAB II PEMBAHASAN      :
2.1 Menerapkan konsep berpikir kritis dalam keperawatan                     .......    
2.2 Menganalisis perkembangan sejarah keperawatan                       .......     
2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara
      holistik dalam konteks keperawatan                     .............................      
2.4 Menerapkan prinsip – prinsip legal etis pada pengambilan
      keputusan dalam konteks keperawatan.               ................................
    
BAB III PENUTUP   :
a.    Kesimpulan     .........................................................................          
b.    Saran               .........................................................................
Daftar pustaka                                               

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Ilmu keperawatan dasar adalah ilmu penting dalam perawatan manusia yang saling berhubungan. Ilmu Keperawatan dasar adalah ilmu yang mempelajari tentang berbagai macam model konseptual dalam keperawatan dengan beberapa model dan konsep yang di kemukakan oleh beberapa tokoh, dan mempelajari juga tentang konsep, tahap, karakteristik, dan tugas perkembangan serta mempelajari tentang berbagai macam cara dan teori komunikasi dalam keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah.
D` alam makalah ini kami akan membahas tentang beberapa materi yang ada dalam ilmu keperawatan dasar, yaitu :
1.2.1 Menerapkan konsep berpikir kritis dalam keperawatan.               
1.2.2 Menganalisis perkembangan sejarah keperawatan.                   
1.2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara holistik dalam konteks   keperawatan.
1.2.4 Menerapkan prinsip – prinsip legal etis pada pengambilan keputusan dalam   
         konteks keperawatan.
1.3. Tujuan Penulisan.
1.3.1 Tujuan Umum.
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah agar kita dapat lebih mengetahui tentang bagaiamana konsep berpikir kritis dalam keperawatan, perkembangan sejarah keperawatan, juga dapat menganalisis prinsip – prinsip pendekatan holistik dalam konteks keperawatan serta mengerti bagaiamana menerapkan prinsip legal etis pada pengambilan keputusan dalam  konteks keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus.
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar para mahasiswa keperawatan mampu menerapkan berbagai konsep berpikir kritis, serta berbagai prinsip pendekatan dan pengambilan keputusan yang tepat.
1.4. Manfaat Penulisan.
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan para mahasiswa keperawatan, khususnya keluarga besar STIKES EKA HARAP agar dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang sejarah perkembangan keperawatan serta dapat menerapkan konsep berpikir kritis, pendekatan holistik, dan dapat menerapkan prinsip legal etis dalam pengambilan keputusan serta mengerti dan mengaplikasikannya secara baik dan maksimal.
1.5. Metode Penulisan.
Metode penulisan makalah ini menggunakan Metode study kepustakaan. Study kepustakaan adalah metode dengan cara membaca dan mengumpulkan data – data dari buku.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Menerapkan konsep berpikir kritis dalam keperawatan.
2.1.1 Konsep berpikir kritis dalam keperawatan.
a. Pengertian berpikir kritis.
Berpikir kritis adalah proses kognitif yang aktif dan terorganisasi yang digunakan untuk mengetahui pikiran seseorang dan pemikiran terhadap orang lain (Chaffe, 2002). Berpikir kritis tidak hanya memerlukan  kemampuan kognitif, tetapi juga kebiasaan sesorang untuk bertanya, mempunyai hubungan yang baik, jujur, dan selalu mau untuk berpikir jernih tentang suatu masalah (Facione,1990). Jika diterapkan pada keperawatan, maka inti dari berpikir kritis menunjukan proses pengambilan keputusan yang klinis yang kompleks. Perawat yang menerapkan pemikiran kritis dalam bekerja akan fokus terhadap penyelesaian masalah dan membuat keputusan, serta tidak akan membuat keputusan yang terburu – buru ataupun ceroboh.
b.   Berpikir dalam proses belajar.
Belajar merupakan proses sepanjang hidup. Perkembangan intelektual dan emosional kita meliputi pembelajaran terhadap pengetahuan baru dan memperbaiki kemampuan kita  untuk berpikir, menyelesaikan masalah, serta membuat keputusan. Untuk belajar, kita harus bersikap fleksibel dan selalu terbuka pada semuaa informasi baru. Ilmu keperawatan berkembang sangat cepat dan akan selalu ada informasi yang baru dapat diterapkan dalam praktik. Makin banyak pengalaman dan penerapan pengetahuan yang kita pelajari akan membuat kita menjadi lebih baik dalam membuat asumsi, mengemukakan ide, dan membuat kesimpulan.
c.    Model berpikir kritis.
Komponen pertama dari model pemikiran kritis adalah pengetahuan dasar spesifik perawat. Pengetahuan ini bervariasi bergantung pada pengalaman pendidik, termasuk pendidikan dasar keperawatan, khusus pendidikan berkelanjutan, dan kuliah tambahan. Sebagai tambahan dibutuhkan inisiatif perawat untuk membaca literatur keperawatan sehingga dapat mengikuti perkembangan terahirdalam ilmu keperawatan. Sebagai perawat pengetahuan dasar anda meliputi informasi dan teori keperawatan. Perawat mengunakan pengetaahuan dasar mereka dengan jalan yang berbeda dengan disiplin ilmu kesehatan yang lain karena mereka memikirkan, masalah klien secara holistic. Sebagai contoh pengetahuan luar seorang perawat akan memperhatikan segi fisik, psikologi, moral, etik, dan budaya dalam perawat seorang klien.
d.   Berpikir kritis dalam keperawatan.
Sebagai perawat, Anda akan menghadapi berbagai macam situasi klinis yang berhubungan klien, anggotakeluarga, staf pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Penting untuk berfikir cerdas dalam setiap situasi. Untuk berfikir cerdas, Anda harus mengembangkan cara berfikir kritisdalam meghadapisetiap masalah dan pengalaman baru yang menyangkut klien degan cara berfikiran terbuka, kreatif, percaya diri, dan bijaksana. Jika klien mengeluhkan gejala yang baru, meminta Anda untuk menenangkan mereka, atau meminta suatu tindakan, maka diperlukan pemikiran krtitis dan pengambilan keputusan yang tepat, sehingga klien sebisa mungkin mendapatkan perawatan yang terbaik. Berpikir kritis bukan merupakan hal yang udah atau proses linear yang dapat dipelajari dalam satu malam, melainkan proses yang harus diperoleh melalui pengalaman, komitmen, dan rasa ingin tahu yang besar.
2.2 Menganalisis sejarah keperawatan.
2.2.1 Sejarah keperawatan nasional dan international.
a. Perkembangan Keperawatan Di Dunia.

Secara naluriah dapat dikatakan bahwa keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia yaitu Adam dan Hawa. Keberadaanya tidak pernah di pungkiri. Oleh karena itu perkembangan keperawatan, termasu keperawatan yang kita ketahui saat ini tidak dapat di pisahkan dan sangat di pengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradaban manusia.
b. Perkembangan Keperawatan Di Inggris.

Perkembangan keperawatan di Inggris sangat penting untuk kita pahami, karena Inggris melalui Florence Nightingle telah membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan keperawatan yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain. Florence Nightingle, lahir dari keluarga kaya dan terhormat pada tahun 1820 di Flronce (Italia). Setahun setelah kelahirannya, keluarga Florence kembali ke Inggris. Di Inggris Florence mendapatkan pendidikan sekolah yang baik sehingga ia mampu menguasai bahasa Perancis, Jerman, dan Italia. Pada usia 31 tahun Florence mengikuti kursus pendidikan perawat di Keiserwerth (Italia) dan Liefdezuster di Paris, dan setelah pendidikan ia kembali ke Inggris.  Kontribusi Florence Nightingle bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa nutrisi merupakan satu bagian penting [ dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa okupasional dan rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasi kebutuhan personal klien dan peran perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar manajemen rumah sakit, mengembangkan suatu standar okupasi bagi klien wanita, mengembangkan pendidikan keperawatan, menetapkan 2 (dua) komponen keperawatan, yaitu: kesehatan dan penyakit. Meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan berbeda dan berbeda dengan profesi kedokteran dan menekankan kebutuhan pendidikan berlanjut bagi perawat.
c. Perkembangan Sejarah Keperawatan Di Indonesia.

- Zaman  Kuno.
Seperti juga di Negara-negara lainnya keperawatan diserahkan kepada perempuan yang merawat keluarganya Penyakit dianggap perbuatan setan yaitu dukun, cara pengobatan dengan menggunakan daun-daunan
-  Zaman penjajahan Belanda.

Pertama, masa sebelum kemerdekaan, pada masa itu negara Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Perawat Indonesia disebut sbg verpleger dengan dibantu oleh zieken oppaser sebagai penjaga orang sakit, perawat tersebut pertama kali bekerja di rumah sakit Binnen Hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799 yang ditugaskan untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Orang-orang Belanda datang ke Indonesia pertama kali dengan maksud untuk berdagang. Dalam usaha perdagangannya itu di bentuklah VOC. Sehubungan dengan adanya staf dan tentara maka dua usaha kesehatan. Untuk itu didirikanlah rumah sakit yang pertama yang bernama " Binnen Hospital " didirikan pada tahun 1641 bertempat di Batavia ( sekarang Jakarta) Tenaga perawatannya diambil dari penduduk pribumi ( Bumi Putera ) yang diberi nama Zieken oppaser ( penjaga orang sakit) Rumah sakit ini dibawah pengawasan dokter militer.
2.1.2 Keperawatan sebagai profesi.
a. ciri – ciri profesi.
Menurut Shortridge adalah sebagai berikut :
a.    Berorientasi pada pelayanan masyarakat
b.    Pelayanan keperawatan yang diberikan di dasarkan pada ilmu pengetahuan
c.    Adanya otonomi
d.   Memiliki kode etik
Menurut prof. Ma’rifin Husin adalah sebagai berikut :
a.    Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan penelitian sesuai dengan kaidah ilmu dan keterampilan serta kode etik keperawatan
b.    Telah lulus dari pendidikan pada jenjang perguruan tinggi sehingga diharapkan mampu untuk bersikap profesional, mempunyai pengetahuan dan keterampilan profesional, memberi pelayanan asuhan keperawatan profesional, dan menggunakan etika keperawatan dalam memberi pelayanan
C. Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut sesuai dengan kaidah suatu profesi dalam bidang keseaahatan, yaitu :
1.    Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan.
2.    Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang berjenjang dan berlanjut.
3.    Perumusan standar keperawatan ( asuhan keperawatan, pendidikan keperawatn registrasi/legislasi ).
4.    Melakukan riset keperawatan oleh perawat pelaksana secara terencana dan terarah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Secara singkat keperawatan sebagai suatu profesi setidaknya harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Ø Mempunyai ilmu pengetahuan dan dikembangkan secara terus menerus melalui penelitian
Ø Memiliki standar pendidikan
Ø Pelayanan dan praktek keperawatan
Ø Memiliki otonomi dan organisasi profesi
Ø Mempunyai kode etik profesi

2.1.2 Profil Keperawatan Profesional.
Profil keperawatan Profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh perawat dalam melakukan aktifitas keperawatan sesuai kode etik keperawatan.
a. Peran pelaksana
dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector dan advocat, communicator serta rehabilitator.
     Comforter : perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien.
     Protector dan advocat : kemampuan perawat melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
     Communicator : perawat bertindak sebagai mediator antara klien dengan anggota tim kesehatan lainnya, berkitan pula dengan keneradaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi ashuan keperawatan selama 24 jam.

b. Peran sebagai pendidik.
perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, kluarga, kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperwatan, antara sesama perawat atau tenag kesehatan lain.
c. Peran sebagai pengelola.
berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan/pelayan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan.
d. Peran sebagai peneliti.
Berperan dalam mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsif dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.

2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara holistic dalam konteks keperawatan.
2.3.1 Konsep dan teori keperawatan.
a. Teori keperawatan.
Teori keperawatan didefenisikan oleh Steven (1984), sebagai usaha untuk menguraikan dan menjelaskan berbagai fenomena dalam keperawatan (dikutip dari Taylor. C., 1989). Teori keperawatan beerperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lain dan bertujuan untuk mengambarkan, menjelaskan, memperkirakan dan mengontrol hasil asuhan dan pelayanan perawatan yang dilakukan. Menurut Newman (1979), ada tiga cara pendekatan dalam pengembangan dan pembentukan teori keperawatan yaiti meminjam teori-teori dari disiplin ilmu lain yang relevan dengan tujuan untuk mengintegrasikan teori-teori ini kedalam ilmu keperawatan, menganalisa situasi praktik keperawatan dalam rangka mencari konsep yang berkaitan dengan praktik keperawatan,  seerta menciptakan suatu kerangka konsep yang memungkinkan pengembangan teori keperawatan.Tujuan pengembangan teori keperawatan adalah menumbuh kembangkan pengetahuan yang diharapkan dapat membantu dan mengembangkan praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan.
b. Karakteristik dasar teori keperawatan.
Meskipun banyak penulis yang membahas teori keperawatan, tulisan Torres (1985) dan Chinn dan Jacob (1983), secara jelas menegaskan karakteristik dasar teori keperawatan. Menurut mereka, ada lima karakteristik dasr teori keperawatan yaitu:
       Pertama, teori keperawatan mengidentifikasi dan didefinisikan sebagai hubungan yang spesifik dari konsep keperawatan seperti hubungan antara konsep manusia, konseo sehat-sakit, keperawatan dan konsep lingkungan.
Kedua, teori keperawatan harus bersifat ilmiah. Artinya teori keperawatan digunakan dengan alasan atau rasional yang jelas dan dikembangkan dengan menggunakan cara berpikir yang logis.
Ketiga, teori keperawatan bersipat sederhana dan umum. Artinya teori keperawatan dapat digunakan pada masalah yang sederhana maupun masalah kesehatan yang kompleks sesuai dengan situasi praktik keperawatan.
Keempat, teori keperawatan berperan dalam memperkaya body of knowledge keperawatan yang dilakukan melalui penilitian.
Kelima, teori keperawatan menjadi pedoman dan berperan dalam memperbaiki kualitas praktik keperawatan.
c. Konsep dan teori dalam keperawatan.
Teori keperawatan pada dasarnya terdiri atas empat konsep yang berpengaruh dan menentukan kualitas praktik keperawatan yaitu konsep manusia, keperawatan, konsep sehat-sakit dan konsep lingkungan. Meskipun keempat konsep digunakan pada setiap teori keperawatan, akan tetapi pengertian dan hubungan antara konsep ini berbeda antara teori yang satu dengan teori yang lain. Berikut ini diuraikan beberapa teori keperawatan.
-       Sister Calista Roy: Model Adaptasi Roy
Pada tahun 1964 model ini banyak di gunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Model adaptasi roy adalah system model yang esensial dalam keperawatan. Asumsi dasar model ini adalah:
1.    Individu adalah mahluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang dikatakan sehat jika mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis dan social.
2.    Setiap orang selalu menggunakan koping, baik yang bersifat positif maupun negative untuk dapat beradaptasi. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu penyebab utama terjadinya perubahan, kondisi dan situasi yang ada serta keyakinandan pengalaman dalam beradaptasi.
3.    Setiap individu berespons terhadap kubutuhan fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri atau kemandirian serta kebutuhan akan kemampuan melakukan peran  dan fungsi secara optimal untuk memelihara intergritas diri.
4.    Individu selalu berada pada rentang sehat sakit, yang berhubungan erat  dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan beradaptasi.

Menurut roy, respons yang menyebabkan penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu kebutuhan dan menyebabkan individu berespons terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya atau perilaku tertentu. Menurutnya, kebutuhan fisiologis meliputi oksigenisasi dan sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, makanan , tidur dan istirahat, pengaturan suhu, hormonal dan fungsi sensoris. Kebutuhan akan konsep diri yang positif berfokus pada persepsi diri yang meliputi kepribadian, norma, etika dan keyakinan seseorang. Kemandirian lebih di fokuskan pada kebutuhan dan kemampuan melakukan interaksi social termasuk kebutuhan akan dukungan orang lain. Peran dan fungsi optimal lebih difokuskan pada perilaku individu dalam menjalankan peran dan fungsi yang diembannya.
Singkatnya, Roy menegaskan bahwa individu adalah mahluk biopsikososial sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Individu selalu berinteraksi secara konstan atau selalu beradaftif terhadap perubahan lingkungan. Roy mengidentifikasi lingkungan sebagai semua yang ada disekeliling kita dan berpengaruh terhadap perkembangan manusia. Sehat adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri. Menurutnya, peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan yang ada.
-       Teori Martha E. Roger
Teori Roger didasarkan pada pengetahuan tentang asal usul manusia dan alam semesta seperti antropologi, sosiologi, astronomi, agama, filosofi, perkembangan sejarah dan mitologi. Teori ini berfokus pada proses kehidupan manusia. Menurutnya kehidupan seseorang dipengaruhi alam sebagai lingkungan hidup manusia dan poola pertumbuhan dan perkembangan seseorang.
Asumsi dasar teori roger tentang manusia adalah:
1.    Manusia adalah kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
2.    Manusia berinteraksi langsung  dengan lingkungan di sekelilingnya.
3.    Kehidupan setiap manusia adalah sesuatu yang unik. Jalan hidup seseorang berbeda dengan orang lain.
4.    Perkembangan manusia dapat di nilai dari tingkah lakunya.
5.    Manusia diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri. Misalnya dalam hal sifat dan emosi.
Secara singkat disimpulkan bahwa teori Roger berfokus pada manusia sebagai satu kesatuan yang utuh dalam siklus kehidupannya. Menurutnya, lingkungan adalah segala hal yang berada di luar diri individu.
-        Teori Dorothy E. Johnson
Dorothy E. Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu individu memfasilitasi tingkah laku yang efektif dan efesien untuk mencegah timbulnya penyakit. Manusia adalah mahluk yang utuh dan terdiri dari dua system yaitu system biologi dan tingkah laku tertentu. Lingkungan termasuk masyarakat adalah system eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Seseorang dikatakan sehat jika mampu berespons adaptif baik pisik, mental, emosi, dan social terhadap lingkungan internal dan eksternal dengan harapan dapat memelihara kesehatannya. Asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu keseimbangan individu terutama koping atau cara pemecahan masalah yang dilakukan ketika ia sakit.
-       Teori Dorothea E. Orem
Menurut orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraannya. Oleh karena itu teori ini dikenal sebagai self Care/Self care Defisit. Ada tiga prinsip dalam perawatan diri sendiri atau perawatan  mandiri.
1.    Perawatan mandiri yang dilakukan bersifat holistic meliputi kebutuhan oksigen, air, makanan, eliminasi, aktifitas dan istirahat, mencegah trauma serta kebutuhan hidup lainya.
2.    Perawatan mandiri yang dilakukan harus sesuai dengan tumbuh kembangnya manusia.
3.    Perawatan mandiri dilakukan karena adanya masalah kesehatan atau penyakit untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan.
Asuhan keperawatan mandiri dilakukan dengan memperhatikan tingkat ketergantungan atau kebutuhan dan kemampuan pasien. Oleh karena itu terdapat tiga tingkatan dalam asuhan keperawatan mandiri.
1.    Perawat memberi perawatan total ketika pertama kali asuhan keperawatan dilakukan karena tingkat ketergantungan pasien yang tinggi.
2.    Perawat dan pasien saling berkolaborasi dalam melakukan tindakan keperawatan.
3.    Pasien merawat diri sendiri dengan bimbingan perawat.

-       Model Betty Neuman
Model neuman berfokus pada individu dan respons atau reaksi individu terhadap stress termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi dan kemampuan adapts pasien. Menurut neuman asuhan keperawatan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi reaksi tubuh akibat adanya stressor. Peran ini disebut pencegahan penyakit yang terdiri dari pencegahan primer, sekunder,dan tersier. Pencegahan primer meliputi tindakan keperawatan untuk mengidentifikasi adanya stressor, mencegah terjadinya reaksi tubuh karena adanya stressor serta mendukung koping pasien yang konstruktif. Pencegahan sekunder seperti tindakan keperawatan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala penyakit atau reaksi tubuh lainnya karena adanya stressor. Sedangkan pencagahan tersier meliputi pengobatan rutin dan teratur serta pencegahan kerusakan lebih lanjut atau komplikasi dari suatu penyakit.
-       Kerangka Konsep Imogene M King
Kerangka ini di kenal sebagai kerangka system terbuka. Asumsi yang mendasari kerangka ini adalah:
1.    Asuhan keperawatan berfokus pada manusia termasuk berbagai hal yang mempengaruhi kesehatan seseorang.
2.    Tujuan asuhan keperawatan adalah kesehatan bagi individu, keloompok dan masyarakat.
3.    Manusia selalu berinteraksi secara konstan terhadap lingkungan.

Menurut King tujuan pemberian asuhan keperawatan dapat tercapai jika perawat dan pasien saling bekerjasama dalam mengidentifikasi masalah serta menetapkan tujuan bersama yang hendak dicapai.
-       Teori Myra E Levine
Teori Levine berfokus pada interaksi manusia. Asumsi dasar Teori Levin adalah:
1.    Pasien membutuhhkan pelayanan keperawatan atau kesehatan jika mempunyai masalah kesehatan.
2.    Perawat bertanggung jawab untuk mengenali respons/reaksi dan perubahan tingkah laku serta perubahan fungsi tubuh pasien. Respons pasieen terjadi ketika ia mencoba beradaptasi dengan perubuhan lingkungan atau suatu penyakit. Bentuk respons tersebut dapat bearupa khetakutan, stress, inflamasi dan respons panca indra.
3.    Fungsi perawat adalah melakukan intervensi keperawatan serta membina hubungan terapeutik. Intervensi keperawatan bertujuan untuk membantu meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit serta memperbaiki status kesehatan.
2.3.2 Paradigma keperawatan.
a. Konsep Manusia.
Manusia adalah biopsikososial dan spritual yang utuh, dalm arti merupakan satu kesatuan utuh dari aspek jasmani dan rohani dan unik karena mempuyai berbagai macam kebutuhan sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Manusia selalu berusaha untuk memahami kebutuhannya melalui berbagai upaya antara lain dengan selalu belajar dan mengembangkan sumber-sumber yang diperlukan sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Pandangan tentang manusia dipengerahi oleh falsafah dan kebudayaan suatu bangsa. Contoh bangsa rusia terutama penduduk asli dan tradisonal tidak menganut suatu agama (atheisme ) Sebagai sasaran pelayanan atau asuhan keperawatan dan pratek keperawatan, manusia adalah klien yang dibedakan menjadi individu,keluarga, dan masyarakat.
b. Individu sebagai klien.
Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi, sosial, dan spiritual. Peran perawat kepada induvidu sebagai klien, pada dasarnya memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan biologi, sosial, psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan pisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurang kemauan menuju kemandirian pasien.    
c. konsep sehat sakit.
Rentang ini merupakan suatu alat ukur dalam menilai status kesehatan yang bersifat dinamis dan selalu berubah dalam setiap waktu. Melalui rentang ini dapat diketahui batasan perawat dalam melakukan praktek keperawatan dengan jelas.
-       Rentang Sehat
Batasan sehat itu dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).


-       Tahapan Proses Sakit
1)   Tahap gejala
2)   Tahap asumsi terhadap penyakit
3)   Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan
4)   Tahap ketergantungan
5)   Tahap penyembuhan
-       Dampak Sakit
1)   Terjadi perubahan peran pada keluarga
2)   Terjadinya gangguan psikologis
3)   Masalah keuangan
4)   Kesepian akibat perpisahan
5)   Terjadinya perubahan kebiasaan sosial
6)   Terganggunya privasi seseorang
7)   Otonomi
8)   Terjadinya perubahan sosial
-       Perilaku Pada Orang Sakit
1)   Adanya perasaan ketakutan
2)   Menarik diri
3)   Egosentris
4)   Sensitif terhadap persoalan kecil
5)   Reaksi emosional tinggi
6)   Perubahan persepsi
d. konsep lingkungan.
Lingkungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daerah ( kawasan dsb) yang termasuk didalamnya. lingkungan adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan manusia dan mencakup antara lain lingkungan sosial, status ekonomi dan kesehatan. Konsep tentang lingkungan dalam paradigma keperawatan difokuskan pada lingkungan masyarakat yaitu lingkungan fisik, psikologis, sosial budaya dan spritual.
1)   Lingkungan Fisik yang dimaksud adalah segala bentuk lingkungan secara fisik yang dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan, contohnya adanya daerah-daerah wabah, lingkungan kotor, pembuangan air limbah, sampah dan lain-lain.  
2)   Lingkungan Psikologis artinya keadaan yang menjdikan terganggunya psikologis seseorang seperti lingkungan yang kurang aman, yang mengakibatkan kecemasan dan ketakutan akan bahaya yang ditimbulkan.
3)   Lingkungan Sosial budaya dan spritual dalam hal ini adalah masyarakat luas serta budaya yang ada juga dapat mempergaruhi status kesehatan seseorang serta adanya kehidupan, spritual juga mempengaruhi perkembangan seseorang dalam kehidupan beragama serta meningkatkan keyakinan.
Untuk memahami hubungan lingkungan dengan kesehatan masyarakat (individu, keluarga, kelompok, dan komunitas) dapat digunakan model segitiga agen-hospes-lingkungan atau agent-host-enviroment triangel model yang di kemukakan oleh Leavell 1965. ketiga komponen saling berhubungan dan dapat berpengaruh terhadap status kesehatan penduduk
Model ini dapat digunakan untuk memprediksi atau memperkirakan penyakit atau faktor yang beresiko tinggi menyebabkan terjadinya masalah kesehatan sehingga membantu perawat meningkatkan kesehatan dam mncegahnya timbul penyakit serta memelihara kesehatan masyarakat.
-       Model Leavell meliputi : agen, hospes dan lingkungan
1.    Agen adalah suatu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Seperti faktor biologi, kimiawi, fisik, mekanik atau psikologis ( kuman penyakit seperti bakteri, virus, jamur, dan cacing). Senyawa kimia  yang menyebabkan polusi udara dan air, lingkungan kerja yang berpontensi menimbulkan kecelakaan kerja, serta stres yang berkepanjangan.
2. Hospes/ Manusia adalah mahluk hidup yaitu manusia, hewan yang dapat terinfeksi atau dipengaruhi oleh agen. Misalnya balita dan anak usia berisiko tinggi terifeksi cacing
3. Lingkungan adalah faktor eksternal yang mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan perumahan kumuh, polusi udara, air dan udara; lingkungan kerja yang tidak nyaman; tingkat sosial ekonomi yang rendah; pendidikan masyarakat yang rendah; terbatasnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan; letak fasilitas pelayanan kesehatan yang jauh dari pemukiman penduduk dan sebagainya.
e. teori System.
sistem secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1)   Sistem sebagai suatu wujud
Apabila bagian-bagian yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu wujud yang ciri-cirinya dapat dideskripsikan dengan jelas. Sistem wujud dapat di bedakan atas dua macam yaitu :
a. Sistem sebagai suatu wujud yang konkret
b. Sistem sebagai suatu wujud yang abstrak
2)   Sistem sebagai suatu metode
Apabila bagian-bagian yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu metode yang dapat digunakan sebagai alat dalam melakukan pekerjaan administrasi.
-       Ciri-ciri sistem
Menurut Elias M. Awad (1979)
Sistem bukanlah sesuatu yang berada diruanghampa melainkan selalu berinteraksi dengan lingkungan. Bergantung pada pengaruh interaksi dengan lingkungan tersebut sistem di bedakan atas dua maacam yaitu :
    a.     Sistem bersifat terbuka
    b.     Sistem bersifat tertutup
-       Unsur-unsur sistem
sistem terbentuk atas bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi.
1)    Masukan (input)  adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.
2)    Proses (proces) adalah kumpulan bagian yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
3)    Keluaran (output) adalah kumpulan bagian yang dihasilkan dari berlangsungnya proses sistem
4)    Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian yang merupakan keluaran dari sistem sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
5)    Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem
6)    Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem, tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.

Sebuah sistem merupakan kumpulan dari berbagai komponen. Komponen tersebut saling berhubungan dan merupakan bagian dari suatu tujuan umum untuk membentuk satu kesatuan. Ada dua jenis sistem, yaitu terbuka dan tertutup. Sistem terbuka, seperti organ tubuh manusia atau suatu proses seperti proses keperawatan, interaksi dengan lingkungan, serta perubahan antara sistem dan lingkungan. Sistem tertutup, seperti reaksi kimia dalam suatu tabung uji tidak berhubungan dengan lingkungan. Layaknya semua sistem, proses keperawatan mempunyai tujuan khusus. Tujuan proses keperawatan adalah ubtuk mengatur dan menyampaikan pendekatan individual kepada asuhan keperawatan.


Sebagai suatu sistem, proses keperawatan mempunyai komponen-komponen, berikut :
1)   Masukan
     masukan dalam proses keperawatan adalah data atau informasi yang berasal dari pengkajian klien (misalnya bagaimana klien berhubungan dengan lingkungan dan fungsi fisiologis klien).
2)   Hasil
      hasil merupakan produk akhir dari sistem dan dalam hal proses keperawatan adalah dimana status kesehatan klien mengalami kemajuan atau tetap stabil sebagai hasil asuhan keperawatan.
3)   Umpan balik
Umpan balik berperan untuk memberikan informasi sebuah sistem tentang bagaimana sistem berfungsi. Sebagai contoh, dalam proses keperawatan hasil menggambarkan respons klien terhadap intervensi keperawatan.
4)   Isi
Isi adalah produk dan informasi yang berasal dari sistem. Selain itu, penggunaan proses keperawatan sebagai sampel, isi merupakan informasi tentang pelayanan keperawatan untuk klien dengan masalah kesehatan tertentu. Sebagai contoh, klien dengan gangguan mobilitas memerlukan kebutuhan dan intervensi perawatan kulit ( misalnya higienis dan pengaturan perubahan posisi tubuh) yang dapat mengurangi resiko terjadinya ulkus akibat tekanan.
Beberapa teori keperawatan menggunakan sistem teori sebagai dasar. Sebagai contoh. Neuman (1995) menggambarkan sebuah model manusia keseluruhan dan pendekatan sistem terbuka. Sebagai sistem terbuka, manusia berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan eksternal maupun internal, dan interaksi manusia terhadap tekanan lingkungan, dapat mempengaruhi kesejahteraan klien.
f. konsep Berubah.
Banyak definisi pakar tentang berubah , dua diantaranya yaitu :
1)   Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987)
2)   Berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi (Brooten,1978)
Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya.  Maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna. Hersey dan Blanchard (1977) menyebutkan dan mendiskusikan empat tingkatan perubahan.
1)   Perubahan pertama dalam pengetahuan cenderung merupakan perubahan yang paling mudah dibuat karena bisa merupakan akibat dari membaca buku, atau mendengarkan dosen. Sedangkan perubahan sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang positif dan atau negatif. Karenanya perubahan sikap akan lebih sulit dibandingkan dengan perubahan pengetahuan.
2)   perilaku individu. Misalnya seorang manajer mungkin saja mengetahui dan mengerti bahwa keperawatan primer jauh lebih baik dibandingkan beberapa model asuhan keperawatan lainnya, tetapi tetap tidak menerapkannya dalam perilakunya karena berbagai alasan, misalnya merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
3)   Perilaku kelompok merupakan tahap yang paling sulit untuk diubah karena melibatkan banyak orang . Disamping kita harus merubah banyak orang, kita juga harus mencoba mengubah kebiasaan adat istiadat, dan tradisi juga sangat sulit.
4)   Dari sikap yang mungkin muncul maka perubahan bisa kita tinjau dari dua sudut pandang yaitu perubahan partisipatif dan perubahan yang diarahkan. Perubahan Partisipatif akan terjadi bila perubahan berlanjut dari masalah pengetahuan ke perilaku kelompok. Pertama-tama anak buah diberikan pengetahuan, dengan maksud mereka akan mengembangkan sikap positif pada subjek. Karena penelitian menduga bahwa orang berperilaku berdasarkan sikap-sikap mereka maka seorang pemimpin akan menginginkan bahwa hal ini memang benar. Sesudah berprilaku dalam cara tertentu maka orang-orang ini menjadi guru dan karenanya mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
-       Respon Terhadap Suatu Perubahan
Faktor-faktor yang akan merangsang penolakan terhadap perubahan misalnya, kebiasaan, kepuasan akan diri sendiri dan ketakutan yang melibatkan ego. Orang-orang biasanya takut berubah karena kurangnya pengetahuan, prasangka yang dihubungkan dengan pengalaman dan paparan dengan orang lain serta ketakutan pada perlunya usaha yang lebih besar untuk menghadapi kesulitan yang lebih tinggi. Beberapa contoh ketakutan yang mungkin dialami seseorang dalam suatu perubahan antara lain :
1)    Takut karena tidak tahu
2)    Takut karena kehilangan kemampuan, keterampilan atau keahlian yang terkait dengan pekerjaannya
3)     Takut karena kehilangan kepercayaan / kedudukan
4)    Takut karena kehilangan imbalan
5)    Takut karena kehilangan penghargaan,dukungan dan perhatian orang lain.
-        Perawat Sebagai Pembaharu
Menurut Oslan dalam Kozier (1991) mengatakan perawat sebagai pembaharu harus menyadari kebutuhan sosial, berorientasi pada masyarakat dan kompeten dalam hubungan interpersonal. Pembaharu juga perlu memahami sikap dan perilakunya, bagaimana ia menjalin kerjasama dengan orang lain dan bagaimana perasaannya terhadap perubahan tersebut. Maukseh dan Miller dalam Kozier menyebutkan karakteristik seorang pembaharu adalah :
1)    Dapat mengatasi/ menaggung resiko. Hal ini berhubungan dengan dampak yang mungkin muncul akibat perubahan.
2)    Komitmen akan keberhasilan perubahan. Pembaharu harus menyadari dan menilai kefektifannya
3)    Mempunyai pengetahuan yang luas tentang keperawatan termasuk hasil-hasil riset dan data-data ilmu dasar, menguasai praktik keperawatan dan mempunyai keterampilan teknik dan interpersonal.
Fungsi pembaharu sangat penting dalam memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam proses berubah, agar efektif seorang pembaharu sebaiknya :
1)    Mudah ditemui oleh mereka yang terlibat dalam proses berubah
2)    Dapat diercaya oleh mereka yang terlibat
3)     Jujur dan tegas dalam menetapkan tujuan, perencanaan dan dalam mengatasi masalah
4)    Selalu melihat tujuan dengan jelas
5)    Menetapkan tanggung jawab dari mereka yang terlibat
6)    Menjadi pendengar yang baik
g. Konsep holistik care : caring, holisme, humamise.
- Konsep Holistic Care
Holistic merupakan salah satu konsep yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi dimensi fisiologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Holistik terkait dengan kesejahteraan (Wellnes).
Untuk mencapai kesejahteraan terdapat lima dimensi yang saling mempengaruhi
yaitu:
1)    fisik,
2)    emosional,
3)    intelektual,
4)    sosial.
5)    dan spiritual.
Untuk mencapai kesejahteraan tersebut, salah satu aspek yang harus dimiliki individu adalah kemampuan beradaptasi terhadap stimulus.
-       Perbedaan Konsep Holistic Care Dengan Konsep Ilmiah Lainnya
Pandangan medis ilmiah hanya melihat hal-hal fisik saja dalam penanganan penyakit ataupun pencegahannya.  Namun pandangan holistik berpendapat bahwa semua aspek fisik, mental, emosional, dan spiritual berpengaruh terhadap pemeliharaan kesehatan, datangnya penyakit, maupun dalam upaya penyembuhan dari sakit.
-       Konsep Caring
Sebuah perilaku perawatan yang didasari dari beberapa aspek diantaranya :
1)  Human altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan),
2)  Menanamkan kepercayaan-harapan,
3)  Mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain,
4)  Pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya,
5)  Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif,
6)  Sistematis dalam metode pemecahan masalah
7)  Pengembangan pendidikan dan pengetahuan interpersonal,
8) Meningkatkan dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual
9) Senang membantu kebutuhan manusia,
10) Menghargai kekuatan eksistensial-phenomenologikal.
-   Konsep Holisme
Holisme adalah filsafat yang menganggap manusia sebagai suatu kesatuan yang berfungsi dan bukan gabungan dari beberapa system Pikiran dan tubuh bukan merupakan bagian yang terpisah, tetapi merupakan satu bagian yang utuh, dan apabila terjadi sesuatu pada salah satunya maka akan berpengaruh pada keseluruhan.
-       Konsep Humanisme
Humanisme adalah suatu gerakan filosofis yang berfokus pada alam dan hakikat manusia sebagai individu. Teori humanistik percaya bahwa manusia memiliki potensi diri untuk sehat dan kreatif, jika kita mau menerima tanggung jawab bagi kehidupan diri kita sendiri. Humanisme merupakan salah satu gerakan filosofis utama yang melandasi teori-teori mutakhir mengenai praktik keperawatan
2.3.3 Pelayanan Keperawatan.
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi antar individu atau kelompok, baik secara verbal maupun nonverbal yang dapat menimbulkan respon timbal balik antara pengirim dengan penerima informasi.
a.     System pelayanan kesehatan menyeluruh

Sistem adalah suatu tatanan yang terdiri dari elemen-elemen atau berbagai komponen yang terpisah dan mempunyai fungsiyang berbeda tetapi saling berinteraksi,interelasi, interdependensi dalam upaya mencapai tujuan yang sama berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama.


b.    Upaya Kesehatan secara menyeluruh.
Sistem mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Komponen atau elemen-elemen didalam sistem saling berhubungan, berinteraksi dan saling bergantung dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan berdasarkan kebutuhan bersama.
1)    Pengorganisasian komponen didalam sistem bersifat teratur dan memiliki struktur yang diakui keberadaannya.
2)    Terdapat komunikasi yang berhubungan antara satu komponen lainnya didalam sistem.
3)    Terdapat batasan yang memisahkan sistem dari lingkungan. Batasan ini berfungsi mengatur pertukaran energi dan informasi yang berlangsung antara sistem dan lingkungannnya.
-       Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan
Dalam sistem pelayanan kesehatan dapat mencakup pelayanan dokter, pelayanan keperawatan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan yaitu :
-       Primary health care (pelayanan kesehatan tingkat pertama)
1)   Dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki masalah kesehatan yang ringan/masyarakat sehat sehingga kesehatan optimal dan sejahtera.
2)   Sifat pelayanan kesehatan yaitu berupa pelayanan kesehatan dasar
3)   Puskemas, balai kesehatan.
-        Secondary health care (pelayanan kesehatan tingkat 2)
1)    Untuk klien yang membutuhkan perawatan rawat inap tapi tidak dilaksanakan dipelayanan kesehatan utama.
2)    Rumah sakit yang tersedia tenaga spesialis
-        Tertiary health care (pelayanan kesehatan tingkat 3)
1)    Tingkat pelayanan Tertinggi
2)    Membutuhkan tenaga ahli/subspesialis dan sebagai tempat rujukan utama seperti RS tipe A atau B.

c. Upaya Kesehatan Secara Menyeluruh
Untuk mendapat gambaran tentang upaya peningkatan kesehatan secara menyeluruh maka perlu diketahui faktor-faktor dalam masyarakat yang ikut terlibat (lingkup mobilisasi masyarkat). Lingkup mobilisasi masyarakat terdiri dari 3 komponen utama, yaitu :
1)      Sasaran, yang mencakup individu, keluarga dan masyarakat.
2)      Sarana, yang mencakup tenaga dan dana yang tersedia
3)      Masalah kesehatan, baik yang mampu diatasi sendiri oleh orang yang bersangkutan, mampu diatasi sebagian maupun yang tidak dapat diatasi sama sekali.
Setelah lingkup mobilisasi masyarakat diketahui maka tugas penyelenggara upaya peningkatan kesehatan – puskesmas bekerja sama dengan sektor swasta non-kesehatan – antara lain :
1)      Mematangkan kondisi dan menstimulasi individu, keluarga, dan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam upaya peningkatan kesehatan;
2)      Membentuk dan melatih kader serta menhimpunkan dari berbagai sumber potensial dalam masyarakat;
3)      Mengatasi masalah kesehatan, melalui pelayan profesional dan bantuan non-medis;
c. Pendekatan Strategi Pembinaan Fungsi Puskesmas
2.5.5.1 Fungsi Puskesmas
(Kepmekes No.128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas)
1)      Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan :
(1)   Berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
(2)   Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari setiap penyelenggaraan pembangunan di wilayah kerjanya.
2)      Pusat Pemberdayaan Masyarakat :
(1)   Selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memilki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
(2)   Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3)  Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama :
c.       Puskemas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi: Pelayanan Kesehatan Perorangan dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.

d. Pelayanan Dan Pengembangan Upaya Kesehatan
Pelayanan dan upaya untuk meningkatkan kesehatan (termasuk layanan kesehatan) harus dikembangkan secara bersamaan dan mengikuti pola yang telah ditentukan pengembangan layanan dan upaya kesehatan masyarakat dilakukan melalui rujukan, upaya peningkatan kesehatan ditingkat puskesmas, dan peningkatan peran serta masyarakat.
e. Unsur Pelayanan Kesahatan  Primer (PHC)
PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran, dan pengalaman dalam perkembanagan kesehatan dibanyak negara yang diawali dengan kampanye masal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular. Oleh karena itu, timbulah pemikiran untuk menegemnbangakan konsep upaya dasar kesehatan. Tahun 1977 pada sidang kesehatan dunia dicetuskan kesepakatan untuk melahirkan  “Health for All by the Year 2000”, yang sasaran utamanya dalam bidang sosial pada tahun 2000 adalah tercapainya derajat kesehatan yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomi.

f. bentuk pelayanan keperawatan
prof. Dr.Azrul azwar membagi bentuk pelayanan dalam 6 aspek penanganan, yaitu :
1)      Jumlah tanaga pelaksana
(1)   Pelayanan keperawatan tunggal yang dilaksanakan oleh perorangan
(2)   pelayanan keparawatan berkelompok yang dilaksanakan secara kelompok
2)      Keahlian tenaga pelaksana
(1)   Pelayanan keperawatan umum yang dilaksanakan oleh perawat umum
(2)   Pelayanan keperwatan spesialis dilaksanakan oleh tenaga keperawatan spesialis
3)      Hubungan pelayanan dengan rumah sakit.
(1)   pelayanan keparawatan di dalam rumah sakit
(2)   pelayanan keparawatan di diluar rumah sakit
4)      Kondisi klien
(1)   Pelayanan keperawatan klien sakit
(2)   Pelayanan keperawatan klien sehat
5)      Jumlah klien
(1)   pelayanan kesehatan individual
(2)   pelayanan kesehatan keluarga
(3)   pelayanan kesehatan kelompok
(4)   pelayanan kesehatan komunitas
6)      Orientasi pelayanan
(1)   pelayanan keperawatan medis
(2)   pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
g. Komponen pelayanan keperawatan dasar
pelayanan keperawatan yang bersifat langsung kepada pasien/ klien disebut asuhan keperawatan. asuhan keperawatan individu umumnya mencakup komponen dasar untuk membantu pasien/klien dalam hal berikut ini.
1)      Bernapas secara normal
2)      Makan dan minum
3)      Kebersihan Diri Dan Lingkungan
4)      Menggerakkan dan menjaga kondisi tubuh yang diinginkan dalam berjalan, duduk, dan berbaring
5)      Tidur dan beristirahat
6)      Memilih pakaian yang cocok, mengenakan pakaian, dan membuka pakaian
7)      Menjaga agar suhu badan normal
8)      Menjaga kebersihan badandan badan terawat dengan baik, dan melindungi kulit.
9)      Mencegah bahaya di sekitar pasien dan mencegah pasien melukai orang lain
10)  Berkomunikasi dengan orang lain
11)  Menjalankan ibadah
12)  Bekerja dengan baik
13)  Melakukan kegiatan yang kreatif
Mengikuti program latihan dan penyuluhan

h. Pelayanan Keperawatan Keluarga
Pengertian
            S.G Baillon (1978), Kesehatan keluarga merupakan bentuk perawatan kesehatan masyarakat dengan sasaran keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan. Sehat sebagai tujuan dan keperawatan sebagai media, penyalur, atau memberi pelayanan perawatan.
i. Pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat
1)      Pelayanan kesehatan pada masyarakat dapat berbentuk pelayanan kepada masyarakat umum dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
2)      Pelayanan keerawatan tersebut diberikan setelah melalui proses berikut :
(1)   Pertemuan penjajakan kepada pemuka masyarakat agar dicapai kesepakatan tentang ide yang ditemukan.
(2)   Pengumpulan data pada masyarakat melalui survei dengan menggunakan daftar pertanyaan.
(3)   Analisis data dan perumusan masalah.
(4)   Pembahasan hasil analisis dalam forum lokakarya mini dengan masyarakat, untuk kemudian ditetapkan prioritas masalah serta penyelesaian.
(5)   Perumusan rencana tindakan penyelesaian masalah bersama dengan wakil masyarakat.
(6)   Pelaksanaan tindakan pemecahan masalah.
(7)   Evaluasi.
(8)   Tindak lanjut.
2.3.4 Proses Keperawatan.
2.3.9.1 Pengkajian Keperawatan.
 Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian dilakukan oleh perawat dalam rangka pengumpulan data klien. Data klien diperlukan sebagai dasar pijakan dalam melaksanakan proses keperawatan pada tahap berikutnya. data klien diperoleh melalui wawancara (anamnesa), pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik (laboratorium, foto, dan sebagainya), informasi/catatan dari tenaga kesehatan lain, dan dari keluarga klien. Hampir dipastikan bahwa semua data yang didapat tersebut diperoleh melalui proses komunikasi, baik komunikasi secara langsung (verbal, tertulis) maupun secara tidak langsung (nonverbal ). Pada tahap ini dapat dikatakan bahwa proses komunikasi berlangsung paling banyak dibanding komunikasi pada berikutnya.
Banyak hal yang dapat menjadi hambatan klien untuk mengirim/memberikan informasi, menerima, dan memahami pesan yang diterima klien. Hambatan klien dalam berkomunikasi yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
a)   Language deficits
Perawat perlu menentukan bahasa yang dipahami oleh klien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien dalam menerima pesan secara adekuat.
b)   Sensory deficits
Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan faktor penting dalam komunikasi, sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila kemampuan sensor klien berfungsi dengan baik. Untuk klien yang mengalami kelemahan mendengar, maka ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu mencari kepastian medik yang mengindikasikan adanya kelemahan mendengar, memperhatikan apakah klien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan apakah klien mampu melihat muka dan bibir kita saat berbicara, dan memperhatikan apakah klien mampu menggunakan tangannya sebagai bentuk komunikasi non verbal.
c)    Cognitive impairments
Adalah suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan klien dalam mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam mengkaji pada klien yang mengalami gangguan kognitif ini, perawat dapat menilai apakah klien merespon ketika ditanya, apakah klien dapat mengucapkan kata atau kalimat dengan benar, apakah klien dapat mengingat dengan baik, dan sebagainya.
d)   Structural deficits
Adanya gangguan pada struktur tubuh terutama pada struktur yang berhubungan langsung dengan tempat keluarnya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat mempengaruhi komunikasi.
e)    Paralysis
Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada ektrenitas atas akan menghambat kemampuan komunikasi klien baik melalui lisan maupun tulisan. Perawat perlu memperhatikan apakah ada kemampuan nonverbal klien yang bisa ditunjukkan dalam rangka memberikan informasi pada perawat.
2.3.7.2  Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data-data yang didapatkan dalam tahap pengkajian. Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaan perawat dengan melibatkan klien, keluarga klien, dan tenaga kesehatan lainnya tentang masalah yang dialami klien. Proses penentuan masalah klien dengan melibatkan beberapa pihak tersebut adalah upaya untuk memvalidasi, memperkuat dan menentukan prioritas masalah klien dengan benar. Penentuan diagnosis tanpa mengkomunikasikan kepada klien dapat berakibat salahnya penilaian perawat terhadap masalah yang dialami klien. Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien yang kooperatif merupakan faktor penting dalam diagnosa keperawatan yang tepat.
2.9.3.3  Rencana Keperawatan.
Dalam mengembangkan rencana tindakan keperawatan kepada klien, interaksi dan komunikasi dengan klien sangatlah penting untuk menentukan pilihan rencana keperawatan yang akan dilakukan. Misalnya, sebelum perawat memberikan diet makanan bagi klien, perawat perlu mengetahui makanan pilihan, yang disukai, atau yang alergi bagi klien sehingga tindakan yang dilakukan menjadi efektif. Rencana tindakan yang dibuat perawat merupakan media komunikasi antar petugas kesehatan sehingga perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat dievaluasi atau dilanjutkan oleh perawat dinas sore dan seterusnya. Model komunikasi ini memungkinkan pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, terukur dan efektif.

2.3.9.4 Tindakan Keperawatan.
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Selama aktifitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil dalam berkomunikasi dengan klien. Umumnya ada dua kategori aktifitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati klien untuk membantu memenuhi kebutuhan pisik klien dan ketika klien mengalami masalah psikologis.
Berikut  adalah tindakan komunikasi pada saat menghampiri klien.
·      Menunjukkan muka yang jujur dengan klien. Hal ini penting agar tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi.
·      Mempertahankan kontak mata dengan baik. Kesungguhan dan perhatian perawat dapat dilihat dari kontak mata saat berkomunikasi dengan klien.
·      Fokus kepada klien. Agar komunikasi dapat terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
·      Mempertahankan postur yang terbuka. Sikap terbuka dari perawat dapat menumbuhkan keberanian dan kepercayaan klien dalam mengikuti tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
·      Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk perhatian, menghargai dan menghormati klien. Crouch (2002) mengingatkan bahwa manusia mempunyai dua telinga dan satu mulut. Dalam berkomunikasi dia menyarankan agar tindakan berkomunikasi dilaksanakan dengan perbandingan 2 : 1, lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Sikap ini akan meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat.
·      Relatif rileks saat bersama klien. Sikap terlalu tegang atau terlalu santai juga tidak membawa pengaruh yang baik dalam hubungan perawat klien.
Pada tahap ini petugas kesehatan (perawat / bidan) juga harus    meningkatkan kemampuan nonverbalnya dengan “SOLER” yang merupakan singkatan dari:
- S = Sit (duduk) menghadap klien. Postur ini memberi kesan bahwa perawat ada di sana untuk mendengarkan dan tertarik dengan apa yang sedang dikatakan klien.
- O = Observe (mengamati) suatu postur terbuka (yaitu menahan tangan dan lengan tidak menyilang). Postur ini menyatakan bahwa perawat adalah “terbuka” terhadap apa yang dikatakan klien. Suatu yang “tertutup” dapat menghambat klien untuk menyampaikan perasaannya.
2.3.9.5  Evaluasi.
Komunikasi antara perawat dan klien pada tahap ini adalah untuk mengevaluasi apakah tindakan yang telah dilakukan perawat atau tenaga kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif bagi klien, sebagaimana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Evaluasi yang dilaksanakan meliputi aspek kognitif, sikap dan keterampilan yang dapat diungkapkan klien secara verbal maupun nonverbal. Tanpa komunikasi perawat tidak cukup dalam menilai apakah tindakan yang dilakukan berhasil atau tidak. Pada tahap ini juga memberi kesempatan bagi perawat untuk melihat kembali tentang efektifitas rencana tindakan yang telah dilakukan.
2.4 Menerapkan prinsip – prinsip legal etis  pada pengambilan keputusan dalam proses keperawatan.
2.4.1. Prinsip – prinsip etika keperawatan.
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.
Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu. Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.
2.7.1.  Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2.7.2  Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
2.7.3  Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
2.7.4 Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
2.7.5 moral right
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
2.4.2. Isue etik dalam keperawatan.
Setiap orang menghadapi isu moral yang sama dalam lingkungan perawatan kesehatan. Hal ini berarti bahwa etika keperawatan adalah istilah yang sah hanya selama sah itu mengacu pada sub kategori dalam etika kedokteran.
2.8.1 Euthanasia
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seseorang atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini  untuk kepentingan pasien sendiri. Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep tentang kematian.
2.8.1.1    Jenis Euthanasia
Euthanasia bisa ditinjau dari beberapa sudut.Euthanasia dapat dibedakan atas :
1)      Euthanasia pasif
2)     Euthansia aktif
            Di tinjau dari pemerintahan, Euthanasia dapat dibedakan atas :
1)      Euthanasia voluntir (atas permintaan pasien)
2)      Euthanasia ivoluntir (tidak atas permintaan pasien)
2.8.2. Aborsi
Aborsi  didefinsikan sebagai pengeluaran janin atau produk konsepsi secara spontan sebelum usia kehamilan 24 minggu, yang bisa terjadi keguguran (abortus).  Menurut WHO aborsi merupakan pengeluaran embrio atau janin yang berat badannya 500 gr atau kurang, yang setara dengan usia kehamilan 22 minggu.
2.8.1.1  Definisi Aborsi
          Apa Yang Dimaksud Dengan  Pengguguran Kandungan(Aborsi)
Secara medus, aborsi (baik keguguran maupun pengguguran) berarti terhentinya kehamilan yang terjadi diantara tertanamnya sel telur yang sudah dibuahi dirahim sampaI kehamilan 20 minggu.
Dengan kata lain, keguguran atau pengguguran kandungan adalah keluarnya janin dan rahim sebelum janin itu mampu hidup mandiri.

2.8.1.2. Pengertian Aborsi
         Aborsi/abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan ( oleh akibat-akibat tertentu). Aborsi adalh suatu kontrovensial dan isu yang memicu emosi yang bias menimbulkan permusuhan antara ke dua belah pihak.
         Menurut Fak About Abortion, info kit on women’s health oleh institute for social, maret 1991. dalam istilah kesehatan aborsi didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnta telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fesus) mencapai 20 minggu.
          Siapa saja yang melakukan pengguguran kandungan berarti telah membuat dosa dan telah melakukan tindakan criminal yang mewajibkan pembayaran diyat dari janin yang gugur yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagai mana telah diterangkan dalam hadis shahih dalam masalah tersebut. Rasullulah SAW bersabda : ‘’Rasullulah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bahni Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, taitu serang budak laki-laki atau perempuan’’ (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Huairah RA Abdul Qadim Zallum, 1998).
         Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), sebelum sampai pada fase penciptaan yang menunjukan cirri-ciri minimal sebagai manusia.

          Aborsi tetap saja menjadi masalah controversial, tidak hanya dari sudut pandang kesehatan tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi biasanya dilakukan atas imedis yang berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada diri si ibu, misalnya tuberkulosis paru-paru berat, asma, diabetes, gagal ginjal, hipertens, bahkan biasanya terdapat dikalangan tercandu atau ibu yang terinpeksi virus.
2.8.1.3. Dasar-dasar aborsi
          Aborsi pada dasarnya menghentikan kehamilan sebelum janin mampu hidup mandiri. Standar aborsi terjadi antara empat sampai dua belas minggu kehamilan, tetapi prosedur ini sah secara hukum di Amerika Serikat sampai kehamilan dua puluh empat minggu. Memang ada kasus yang jarang terjadi dimana bayi dapat hidup sejak usia dua puluh minggu kehamilan, namun sebagian besar diantaranya mendapatkan kerusakan yang permanent dan nyata. Sebagian besar aborsi terjadi sebelum garis batas dua belas minggu.
          Saat ini di Amerika Serikat terdapat dua pilihan ketika menghadapi aborsi. Secara medis atau operatif. Operatif adalah cara yang tradisional, dimana seorang dokter melebarkan serviks, mengeluarkan isinya, dan pasien pulang kerumah. Aborsi medis mengharuskan oasien memakan beberapa pil, yang akan menyebabkan aborsi spontan atau keguguran.
2.8.1.4. Aborsi Operatif
        Standar aborsi operatif menyangkut melebarkan serviks secara perlahan-lahan dan menyedot isinya keluar dengan alat seperti vakum. Kita menyebutnya kuretase isap (suction curettage). Biasanya cara ini memakan waktu sepuluh menit, dan tergantung dimana Anda berada, bias menggunakan anestesi umum atau local.
        Pertama, dokter melakukan pemeriksaan pelvis untuk menetapkan ukuran dan posisi rahim , di mana kedua hal ini , tetapi juga dari minggu ke minggu kehamilan. Dokter kemudian membersihkan vagina dengan cairanantiseptik untuk mengurangi bakteri.
        Alat pertama yang digunakan dalam aborsi adalah tenakulum, yang kelihatannya seperti penjepit es kecil. Benda ini menahan serviks untuk tetap berada di tempatnya-ini kedengarannya lebih buruk dari pada yang sebenarnya. Serviks yang tetap diam mengurangi trauma pada serviks. 
       Setelah dokter menahan serviks, dia akan mulai melebarkannya dengan dilator. Dilator adalah batang dengan gradasi ukuran yang digunakan untuk membuka serviks secara perlahan-lahan. Dilator dimasukkan kedalam kanal serviks untuk meregangkannya, agar evakuasi isi rahim dapat dilakukan. Hal ini dilakukan dengan perlahan-lahan dan lembut. Idenya adalah untuk menghindari robekan otot atau luka permanent pada serviks.
        Dilator yang pertama dan terkecil berukuran kurang lebih sebesar batang pengsil. Dan yang terbesar sebesar ibu jari Anda. Dilatasi serviks yang diingkan tergantung pada seberapa besar kehamilan si pasien. Pada usia 6 minggu, dilatasi akan sangat kecil karena hanya pada sedikit jaringandan sifatnya tak terbentu. Pada usia 12 minggu, ada lebih banyak struktur dan jaringan, jadi, biasanya serviks diperbesar 2 kali lipat.
       Setelah memperbesar serviks, dokter memasukan kateter (selang kecil) kedalam rongga rahim, yang menempel pada alat penyedot. Benda ini membersihkan seluruh isi rahim. Setelah itu, sendok kuret (alat yang terbuat dari besi, langsing, danmelengkung) dimasukkan untuk mengerok dengan lembut dinding rahim dan untuk memastikan semua jaringan telah keluar.
       Pasien kemudian di bawa ke ruang penyembuhan, dimana dia beristirahat selama kurang lebih setengah jam, dan kemudian tim dokter akan memastikan tidak ada pendarahan yang berlebihan atau nyeri. Setelah aborsi operatif, instruksi saya kepada pasien adalah “Jangan menaruh apa pun atau siapa punkedalam vagina Anda selama 2 minggu.‘ Serviks biasanya tertutup rapat, namun setelah aborsi, serviks akan terbuka lebar dan bakteri apapun di vagina bias masuk. Aktivitas utama yang di kwatirkan dari perspektif medis adalah seks-ejakulasi yang mungkin membawa bakteri langsung kedalam rahim adalah ide yang sangat buruk.
        Karena vagina adalah tempat yang relative kotor, fasilitas aborsi dan/atau ginekolog akan memberikan anti biotik pencegahan pascaaborsi selama satu sampai tujuh hari.tingkat infeksi untuk aborsi kurang lebih dua sampai tiga persen, tetapi anda dapat menguranginya sampai setengah dengan snit biotik.
       Dua minggu setelah aborsi, pasien harus kembali ke ginekolog untuk pemeriksaan ulang yang akan memastikan bahwa dia tidak masih hamil dan tidak merasakan nyeri atau tanda-tanda infeksi. Waktu tersebut juga merupakan kesempatan baik untuk mendiskusikan dan mengevaluasi pilihan kontrasepsi pasien.
           
2.8.1.5. Komplikasi:
             Merupakan kewajiban dokter untuk mengirim semua produk hasil konsepsi (dalam dunia medis disebut POC kepada ahli potologi untuk mengidentifikasikan jaringan plasenta. Bila ahli potologi tidak menemukan jaringan plasenta, ini berarti pasiennya 1) tidak hamil; 2) dia masih hamil disuatu tempat di luar rahim, biasanya di tuba polopii, misalnya pada kehamilan ektopik; atau 3 dia masih hamil di dalam rahim dan dokternya tidak membersihkannya dengan sempurna.
       Kehamilan ektopik yang tidak diterapi dapat menyebbkan pendarahan internal, syok, atau kematian. Nyeri yang hebat, pusing, pingsan, atau perut kembung dapat menjadi petunjuk pertama bahwa komplikasi ini terjadi pada Anda. Namun, sudah menjadi standar praktik bagi ahli patologi untuk memberi tahu dokter bila tidak ditemukan jaringan plasenta, pada saat pasien datang ke kamar dokter, mengulangi tes kehamilan, dan melakukan sonogram (USG).
       Aborsi inkomplit (tidak lengkap) adalah komplikasi lain, yang berarti dokter gagal mengeluarkan semua jaringan di dalam rahim. Ini dapat terjadi karena doktermelakukannya pada posisi yang empuk tapi salah, karena rahim yang hamil merupakan organ yang lunak dan rapuh. Tindakan yang tepat tergantung pada ukuran lubang, lokasi, dan saat di mana prosedur itu berlangsung. Terapinya berkisarantara tidak di apa-apakan sampai operasi reparasi.
       Aborsi yang sangat kasar dengan kuretase yang hebat dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut di dinding rahim dapat menempel satu sama lain dan menghentikan menstruasi. Bila Anda melakukan aborsi dan tidak mengalami menstruasi dalam waktu empat sampai enam minggu, temuilah genekolog Anda. Masalah ini dapat di obati, tetapi semakin cepat didiagnosis semakin baik. Infeksi setelah aborsi, meskipun jarang, juga dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut di dalam rahim.

2.8.4. Transplantasi organ
Transplantasi organ adalah jaringan tubuh manusia. Transplantasi organ merupakan tindakan medis yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat.
2.8.4.1    Jenis-jenis tranplantasi :
1)      Authograft.
2)      Anograft
3)      Isograft
4)      Xenograft
2.8.5. Supporting
Supporting adalah dukungan yang bersifat fisik seperti kedua tangan diatas luka pada perut sewaktu batuk, dapat juga bersifat psikologis seperti perawat yang mau mendengarkan pasien secara aktif atau memegang tangan pasien yang sedang sekarat.
2.4.3 prinsip – prinsip legal dalam praktik keperawatan
Malpraktik
2.9.1.1    Pengertian
1)      Praktik yang tidak benar atau mencelakakan, tindakan medis atau pembedahan yang tidak trampil atau keliru.
2)      Salah satu bentuk kelalaian dan sering disebut sebagai kelalaian profesional.

3)      Malpraktik dalam keperawatan
Adalah akibat dari pelayanan keperawatan yang dilakukan di bawah standar. Untuk menetapkan suatu tindakan sebagai malpraktik keperawatan digunakan kriteria
sebagai berikut:
3) (1) Perawat (terdakwa) memiliki kewajiban terhadap klien (penuntut)
3) (2) erawat tidak melaksanakan kewajiban tersebut
3) (3) Klien mengalami cedera, dan
3) (4) Kegagalan perawat dalam melaksanakan kewajibannya menyebabkan cedera.
Cara terbaik bagi perawat untuk menghindari kelalaian adalah dengan:
ü  Mengikuti standar pelayanan
ü  Memberikan pelayanan kesehatan yang kompeten
ü  Berkomunikasi dengan penyelenggara layanan kesehatan lain
Malpraktik adalah ‘kesalahan/kegagalan pelaksanaan professional karena keterampilan yang tidak memadai dan tidak beralasan, ketaatan terhadap profesi atau hokum, praktik kejahatan, tindakan melanggar hokum atau tidak bermoral’ (Creighton,1986). Salah satu contoh malpraktik yang potensial yang terjadi di lingkungan perioperatif adalah melaksanakan praktik yang melebihi otoritas seseorang. Contohnya adalah pembukaan luka bedah oleh asisten pertama yang belum mendapat mandate dari institusi.
                Strategi yang efektif bagi perawat perioperatif dalam upaya menghindari perkara malpraktik adalah memberikan perawatan yang aman untuk klien mereka. Kllien tidak dapat menjadi pengugat, kecuali dan sampai mereka menngalami cedera. Jika perawat telah melakukan  tindaakn yang beralasan dan cermat, ia tidak akan bertanggung jawab atas cedera akibat tindakan atau kelalaiannya. Dalam kasus malpraktik tindakan perawat yang kurang beralasan akan dinilai sebagai bukti yang diperoleh dari saksi ahli, kebijakan dan prosedur institusi, UU dan aturan administrative, standar asosiasi professional dan literature professional. Oleh karena itu, strategi kedua untuk mencegah malpraktik adalah mengetahui dan mematuhi standar keperawatan.
                Perkara hokum malpraktik merupakan risiko yang dapat terjadi dalam berbagai praktik perawat perioperatif. Risiko ini tidak perlu ditanggapi dengan rasa takut dan cemas, karena hal ini akan memengaruhi penilaian professional berdasarkan prinsip disiplin lain. Asuhan keperawatan yang baik bagi klien secara simultan merupakan pelindung perawat yang terbaik dari perkara hokum malpraktik.
-           Upaya Pencegahan Malpraktik
                Berikut beberapa tips agar terhindar dari tuntutan malpraktik:
1)      Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medic dan standar prosedur professional.
2)      Bekerjalah secara professional, berlandaskan etik dan moral yang tinggi.
3)      Jangan berhenti belajar, selalu tingkatkan ilmu dan keterampilan dalam bidang yang ditekuni.
4)      Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban, dan kekeluargaan, sesame sejawat.
5)      Ikuti peraturan  dan perundang-undangan yang berlaku  terutaam tentang memkesehatn.
-          Penanganan Dugaan Malpraktik
                        Dengan terbitnya UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran, diharapkan bahwa setiap orang yang merasa kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dapat mengadukan kasusnya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) secara tertulis atau lisan. MKDKI dapat memberikan sanksi disipsilin berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau Surat Ijin Praktik(SIP). Tujuannya adalah untuk penegakkan isiplin dokter, yaitu penegakkan aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam hubungannya dengan pasien.
2.9.2. Neglected
Pengabaian adalah kelalaian individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia lakukan atau melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton,1986). Undang –undang tentang ngabaian diruang bedah mencakup identifikasi kesalahan terhadap klien atau lokasi yang dibedah, maka akibat tekanan karena kesalahan dalam member posisi, cedera akibat alat yang rusak karena kesalahan pemeriksaan, dan tertinggalnya benda asing. Kompetensi yang kurang dalam penggunaan alat juga dapat diinterpretasikan sebagai pengabaian.
            Kegagalan penggugat memenuhi salah satu elemen untuk menyakinkan hakim, tuntutan tidak akan berhasil dan tergugat terbebas dari tuduhan. Kasus benda asing yang tertinggal ini relative mudah dibuktikan dengan kasih perhitungan instrument dan rasa oleh penggugat. Serupa dengan hal tersebut, kasus kesalahan medikasi lebih bersifat langsung. Ada sedikit silang pendapat dikalangan perawat mengenai pemberian medikasi yang tepat dengatn dosis dan rute yang tepat,untuk klien yang tepat. Apabila prosedur pemberian obat ini tidak diikuti dank lien cedera, relative mudah untuk menetapkan apakah pemberian mediakasi menyebabkan cedara atau tidak. Luka cedera akibat pemberian posisi juga menjadi kasus yang beresiko menimpa perawat. Kompleksitas bukti bahwa klien mengalami penderitaan akibat tindakan medis pada awal penanganan dan semuanya berlangsung simultan belum tentu merupakan tanggung jawab perawat perioperatif sepenuhnya.
            Perawat perioperatif mempunyai tanggung jawab hokum untukl memberikan informasi, memastikan pemahaman klien tentang informasi tersebut, dan memperoleh persetujuan klien dari pihak yang melakukan prosedur tersebut.

2.9.3. Pertanggugatan ( mandiri dan limpahan ) dan pertanggujawaban.
Akuntabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu  konsekuensi – konsekuensi, perawat hendaknya   memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak  yang mengugat ia menyatakan siap dan berani  menghadapinya, terutama yang berkaitan  dengan kegiatan – kegiatan Profesinya Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya, hal ini bisa dijelaskan dengan mengaju tiga pertayaan berikut :
1. Kepada siapa tanggung gugat itu   ditujukan.
2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat.
3. Dengan kriteria apa saja tanggung gugat perawat diukur dengan baik.(Barbara Kozier, Fundamental of Nursing 1983 )
PERTANGGUNGJAWABAN
Kata tanggung jawab merujuk pada keinginan untuk melaksanakan kewajiban dan memenuhi janji. Sebagai perawat, kita bertanggung jawab terhadap tindakan kita. Kita berperan aktif dalam membentuk praktik kita. Kita harus memiliki kompetensi praktik agar mampu melakukan tanggung jawab kita dengan baik. 
2.4.4 Dokumentasi Asuhan Keperawatan
4.4.1          Tujuan Dokumentasi Keperawatan
4.4.1.1 Menghindari kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam askep.
4.4.1.2             Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama perawat atau pihak lain melalui komunikasi tulisan.
4.4.1.3             Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga keperawatan.
4.4.1.4           Terjaminnya kualitas askep.
4.4.1.5             Perawat mendapat perlindungan secara hukum.
4.4.1.6           Memberikan data bagi penelitian, penulisan karya ilmiah, dan penyempurnaan standar askep.
4.4.2             Sistem Dokumentasi
4.4.2.1         Catatan Berorientasi pada Sumber (Source   Oriented  Record )
1)      Pencatatan menurut sistem ini adalah khas untuk setiap profesi  yang memberi kemudahan dalam menempatkan catatan mengenai data yang diperoleh. Komponen SOR meliputi:
(1) Lembar penerimaan
(2) Lembar instruksi dokter
(3) Lembar riwayat medik
(4) Catatan perawat
(5) Catatan dan laporan khusus
4.4.2.2         Catatan Berorientasi pada Masalah (Problem Oriented Record)
                   Pada bagian catatan disusun berdasarkan masalah yang terjadi pada klien. Seluruh data yang didapat dari dr, perawat atau kesehatan lain diintegrasikan menjadi satu bagian. Dari setiap masalah disusun menjadi  rencana intervensi dan implementasinya. Sistem POR memiliki 4 komponen:
1)  Data dasar
2)  Daftar masalah
    (1) Sublist, yaitu dengan membuat subdaftar
    (2) Cross referencing, yaitu mencatat semua masalah secara terpisah dengan menggunakan nomor urut dan menuliskan nomor masalah klien
4.4.3 Rencana Asuhan Keperawatan
                        Sistem dokumentasi ini berorientasi pada maslah aktif. Rencana asuhan ditulis oleh tenaga kesehatan yang menyusun daftar masalah, misalnya dr menuliskan instruksi dan rencana asuhan medik sedangka perawat menuliskan rencana asuhan keperawatan.

Sistem rencana asuhan keperawatan terbagi atas 3 bagian:
4.4.3.1    Diagnostik
4.4.3.2    Terapeutik/usulan terapi
4.4.3.3    Pendidikan klien
4.4.4         Catatan Perkembangan (progress notes)
4.4.4.1 Lembar SOAP dan PIE
            Catatan perkembangan ini berorientasi pada masalah dan disusun oleh anggota tim kesehatan. Setiap anggota menuliskan setiap perkembangan yang terjadi pada lembaran yang sama, yaitu lembar SOAP (Subjective and Objective data, Analysis, Planning) atau lembar PIE (Problem, Intervension, Evaluation).
            S (Data subjektif): data yang didapat dari klien secara langsung.
            O (Data objektif): data yang didapat dari pengamatan dan pemeriksaan.
            A (Analisis): didapat berdasarkan data subjektif dan objektif analisis berfungsi untuk merumuskan kesimpulan mengenai perkembangan kondisi klien, dan mengevaluasi keefektifkan tindakan yang talah dilakukan

       P (Perencanaan): perawat menuliskan rencana asuhan, mencakup instruksi khusus unutk mengatasi masalah, mencari data tambahan, dan pendidikan bagi pasien dan keluarga. Rencana ini mengacu pada rencana sebelumnya
Model catatan perkembangan memiliki keuntungan, antara lain:
1) Berfokus pada klien dan masalahnya
2) Proses pengumpulan data menjadi lebih efisien
3) Evaluasi dan revisi berkesinambungan
4) Asuhan yang berkesinambungan antara berbagai anggota tim kesehatan
5) Meningkatkan komunikasi diantara anggota tim
4.4.4.2         Catatan Berorientasi pada Perkembangan (Progress Oriented Report)
             Bentuk pencatatan ini berorientasi pada perkembangan yang terjadi pada klien. Contoh bentuk pencatatan yang termasuk kategori ini:
 1) catatan perawat; selama 24 jam mencakup pengkajian,    tindakan keperawatan mandiri, pendelegasian, evaluasi keberhasilan setiap tindakan keperawatan, tindakan kolaborasi dokter-perawat, dan kunjungan berbagai anggoata tim kesehatan lain.
2) Lembar alur (Flow Sheet); bentuk format yang mencantumkan angka dan grafik.
3) Catatan pemulangan dan ringkasan rujukan; mencakup masalah kesehatan aktif, pengobatan terakhir, tindakan yang harus dilanjutkan, pola makan dan istirahat dan asuhan mandiri.
4.4.4.3         Charting by Exception ( CBE )
             CBE adalah sistem  dokumentasi yang mencatat hasil atau temuan klinis tertentu secara naratif, yang tergabung dari tiga komponen:
1) lembar alur, yang berisi kesimpulan atau penjabaran terhadap indikator pengkajian dan temuan klinis.
2)  dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik keperawatan.
3)  biasanya ditempatkan diujung tempat tidur klien
4.4.4.4         Kardeks dan Rencana Asuhan Keperawatan
             Sistem ini terdiri dari serangkaian kartu yang disimpan pada file induk yang dapat dipindahkan dengan mudah. Isi kardeks mencakup data demografi, diagnosis medik, instruksi dokter, rencana askep instruksi keperawatan, jadwal pemeriksaan dan prosedur tindakan.
2.4.5 Perlindungan Hukum dlam praktik keperawatan.
Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan.
Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tingi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
2.11.1 Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan :
2.11.1.1 UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2.11.1.2 UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
2.11.1.3 UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya.
UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
2.11.1.4 SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.

2.11.1.5 Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.


2.11.1.6 SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu.
Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan.
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
2.11.1.7 UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992,
merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
1)   Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2)   Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya
Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

-          Nursing advocacy
-          Pengambilan keputusan Legal Etis






















BAB III
PENUTUP


2.    Kesimpulan.
Ilmu keperawatan dasar adalah merupakan suatu kualifikasi yang dimiliki oleh seorang perawat. Karena, dengan menguasai ilmu keperawatan dasar, kita dapat mengetahui bagaimana dalam menentukan sikap sesuai dengan situasi yang terjadi.
            Kita juga bisa mengetahui bagaimana tingkat perkembangan  yang terjadi pada bayi, anak – anak, remaja, dewasa, dan lansia serta cara – cara komunikasi yang bersifat terapeutik dan holistik.

3.    Saran.
Seorang mahasiswa dan mahasiswi keperawatan hendaknya dapat mengerti   dan menguasai cara – cara berkomunikasi dan berbagai model konseptual dalam keperawatan serta mengerti tingkat perkembangan komunikasi pada klien agar dalam penanganan dan pelayanannya tidak dianggap terjadi Neglegted.






DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.Aziz Alimul. (2006).Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A.Aziz Alimul. (2006).Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2008).Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Arwani. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: Agung Seto.
Tamsuri, Anas. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ellis, Roger B. (2000). Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nasir, Abdul. (2009). Komunikasi Dalam Keperawatan Teori dan Aplikasi. Salemba Medika.

 

























KATA PENGANTAR
     Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat, serta penyertaanNya, sehingga makalah Ilmu Keperewatan Dasar I ini dapat kami selesaikan.
     Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa  yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca, khususnya keluarga STIKES EKA HARAP PALANGKARAYA.
     kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. maka kami berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.
     Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

                                                                              Palangkaraya, 19 Desember 2010

                                                        







DAFTAR ISI

Halaman judul             ............................................................................        i
Kata pengantar            ............................................................................        ii
Daftar isi                     ............................................................................        iii
BAB I PENDAHULUAN     :
1.1    Latar belakang                 ................................................................       
1.2    Rumusan masalah            ................................................................       
1.3 Tujuan Penulisan               ................................................................       
1.4    Manfaat Penulisan           ................................................................       
1.5 Metode Penulisan             ................................................................       
BAB II PEMBAHASAN      :
2.1 Menerapkan konsep berpikir kritis dalam keperawatan                     .......    
2.2 Menganalisis perkembangan sejarah keperawatan                       .......     
2.3 Menganalisis prinsip – prinsip pendekatan secara
      holistik dalam konteks keperawatan                     .............................      
2.4 Menerapkan prinsip – prinsip legal etis pada pengambilan
      keputusan dalam konteks keperawatan.               ................................
    
BAB III PENUTUP   :
a.    Kesimpulan     .........................................................................          
b.    Saran               .........................................................................
Daftar pustaka